Kemenkes Jawab Isu Perlindungan Nakes Hilang di RUU Kesehatan

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
13 April 2023 17:15
Tenaga kesehatan mengikuti Vaksinasi COVID-19 booster kedua di Rumah Sehat Umum Daerah (RSUD) Cengkareng, Jakarta, Selasa (9/8/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Rumah Sehat Umum Daerah (RSUD) Cengkareng, Jakarta, Selasa (9/8/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait RUU Kesehatan yang dinilai akan menghilangkan imunitas para tenaga medis dan tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya menegaskan pemerintah tetap menjamin perlindungan kepada para tenaga medis dan nakes sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

"Kalau bisa dibilang istilahnya RUU ini tidak memberikan perlindungan pada dokter, maka yuk kita lihat pasal-pasalnya," kata Azhar saat ditemui CNNIndonesia.com di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2023) malam.



Azhar lantas mengklaim justru pemerintah malah menambah proteksi pada tenaga medis dan nakes melalui daftar inventaris masalah (DIM) RUU Kesehatan yang telah diserahkan kepada Komisi IX DPR RI pada Rabu (5/4/2023) lalu.

Azhar menyebut baik tenaga medis maupun nakes sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan sudah sepatutnya mendapat haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang baik. Tenaga medis dan nakes menurutnya merupakan mitra strategis pemerintah dalam mewujudkan transformasi kesehatan.

"Sudah ada, jadi memang harus diakui saat ini komunikasi kita memang kurang," kata dia.

Dalam RUU ini, pemerintah mengusulkan tambahan substansi hadirnya hak bagi peserta didik baik peserta koas dan residen untuk mendapatkan perlindungan hukum, yang tertuang dalam pasal Pasal 208 E ayat (1) huruf a draft usulan pemerintah.

"Dia [IDI] melihat pasal bagian depan, dia tidak melihat yang ke belakang justru kami bahkan menambah Pasal 208 E, kita pikirin sampai peserta didik itu kita lindungi, yang tadinya belum ada," lanjutnya.

Azhar melanjutkan dalam RUU ini juga akan ada pengaturan substansi hak tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk menghentikan pelayanan apabila mendapat perlakuan kekerasan fisik dan verbal.

Selain adanya usulan baru, hak bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang sebelumnya sudah tercantum dalam Undang Undang Kesehatan yang ada tidak hilang.

Terutama pada substansi perlindungan hukum selama menjalankan praktik sesuai standar yang tertuang dalam Pasal 282 ayat (1) huruf a; Perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan di luar kompetensinya dalam kondisi tertentu yang tertuang dalam Pasal 296.

Pun pada RUU ini, pemerintah menurutnya malah mengusulkan adanya penghapusan pada substansi tuntutan bagi tenaga medis atau nakes yang telah menjalani sidang disiplin atau alternatif penyelesaian sengketa, yang tertuang pada Pasal 328.

"Dan kalau yang dipermasalahkan soal imunitas dokter, pada Pasal 322 ayat (4) ini mengedepankan alternatif penyelesaian sengketa dalam sengketa hukum. Dalam DIM sudah jelas kalau toh salah, aparat wajib menyelesaikan dengan mekanisme keadilan restoratif," ujar Azhar.

"Jadi, bukan berarti seorang nakes itu kebal hukum sehingga kalau memang ada kesalahan ya diproses," imbuhnya.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi sebelumnya meminta agar pembahasan RUU Kesehatan dihentikan lantaran ada beberapa masalah yang masih disorot oleh para organisasi profesi (OP) di Indonesia. Salah satunya terkait dengan perlindungan dokter dari jerat perdata dan pidana.

Adib menilai apabila para tenaga medis dan nakes tak mendapatkan hak imunitas, maka akan berdampak pada keamanan pasien. Masyarakat menurutnya juga akan terdampak pada pelayanan kesehatan berbiaya tinggi lantaran nakes dan dokter akan melakukan tindakan defensive medicine.

Defensive medicine merupakan suatu bentuk praktik kedokteran yang kemudian berujung seorang dokter akan sangat berhati-hati dan sangat memperhitungkan langkah-langkah aman bagi dirinya agar tidak gampang dipersalahkan atau dituntut pasien.

"Seorang dokter yang melakukan sebuah pelayanan kesehatan menyelamatkan nyawa maka harus memiliki hak imunitas yang dilindungi oleh UU. Di sini lah peran OP sebagai penjaga profesinya itu untuk memberikan sebuah perlindungan hukum namun peranan OP dihilangkan," kata Adib dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/4).

Adib selanjutnya membeberkan, IDI meminta agar Pasal 312 dalam draf RUU Kesehatan inisiatif DPR tetap dipertahankan. Kemudian pada Pasal 326 dan 327 tetap dipertahankan dengan perubahan sejumlah redaksional.

Selanjutnya, IDI menurutnya juga meminta agar Pasal 462 yang mengatur terkait hukuman bagi tenaga medis dan nakes yang lalai mengakibatkan luka berat pada pasien dengan ancaman hukuman pidana paling lama tiga hingga lima tahun, sebab hal itu menurutnya sudah diatur dalam KUHP.

Selain soal imunitas hukum, IDI juga menilai RUU Kesehatan ini akan melahirkan pasar bebas yang intinya individualisme dan kapitalisme yang kemudian bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia.

IDI juga meminta agar nama-nama OP tetap dimasukkan dalam RUU Kesehatan Pasal 314 tentang OP. Pun menurut IDI, tantangan utama saat ini adalah kondisi masyarakat Indonesia yang masih belum keluar dari himpitan krisis sehingga sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.

Dengan demikian, masih diperlukan perbaikan fasilitas kesehatan terutama di wilayah terpencil, juga perbaikan sarana infrastruktur sehingga masyarakat bisa mengakses fasilitas kesehatan dengan mudah.

Berita selengkapnya >>> Klik di sini


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Partai Buruh Tolak Keras RUU Kesehatan, Ini Alasannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular