Ogah Didikte, Ini yang Dilakukan Luhut Saat RI Dikucilkan AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa tak ada yang bisa mendikte Indonesia dalam kerja sama apa pun.
Luhut menyebut, kunci kerja sama yang baik yaitu adanya rasa saling percaya dan saling menguntungkan antarnegara yang terlibat.
Dia menegaskan, dalam kerja sama tidak boleh ada pihak yang mendikte pihak lainnya.
Hal ini diungkapkannya saat melakukan konferensi pers terkait hasil kunjungan kerja ke China pada 6 April 2023 lalu.
"Kami mendorong pembangunan berkualitas tinggi, mengurangi pembangunan-pembangunan yang tidak berkualitas. Kedua negara bersepakat ketidakpastian dunia sampai saat ini. Oleh karena itu, diperlukan saling percaya dan saling menguntungkan," ungkapnya saat konferensi pers terkait update kerja sama Indonesia - Tiongkok, Senin (10/04/2023).
"Saya garis bawahi saling percaya dan saling menguntungkan, tidak boleh satu mendikte yang lain," tegasnya.
Ungkapan Luhut ini muncul di tengah kabar nikel RI dikucilkan Amerika Serikat. Lantas, bagaimana tanggapan Luhut terkait pengucilan nikel Indonesia oleh Negeri Paman Sam tersebut?
Menanggapi kabar tak sedap dari AS ini, Luhut pun buka suara. Luhut mengatakan, dirinya akan melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat pada pekan ini dan melakukan negosiasi dengan AS.
Menurutnya, hal ini terjadi karena Indonesia tidak memiliki Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/ FTA) dengan AS, khususnya terkait critical minerals, termasuk nikel.
Dalam kunjungan kerja ke AS ini, Luhut juga dijadwalkan akan bertemu dengan pabrikan otomotif "raksasa" AS, Tesla dan Ford.
"Kita akan bicara, karena kalau tidak, mereka akan rugi juga dan green energy yang kita punya untuk proses precursor cathode itu. Ini karena kita gak punya agreement dengan mereka," tuturnya.
Luhut menilai, yang akan dilakukan Indonesia saat ini yaitu mencoba melakukan negosiasi dan mencapai kesepakatan dengan AS. Hal ini juga yang dilakukan Jepang beberapa waktu lalu.
Bila pada akhirnya mereka masih tidak menerima, maka menurutnya mereka sendiri yang akan merugi.
"Saya bilang seperti Jepang, kita juga sudah ke Amerika. Kalau mau kesepakatan ya, kalau gak mau kan mau diapain lagi. Tapi kan yang rugi mereka juga," tuturnya.
Namun demikian, Luhut mengungkapkan optimismenya bahwa kesepakatan Indonesia dan AS terkait nikel ini bisa tercapai.
"Tapi saya kira akan ada mungkin agreement dengan kita," imbuhnya.
Seperti diketahui, di saat Indonesia semakin "mesra" dengan China, Indonesia tengah "dikucilkan" Amerika Serikat, khususnya terkait produk nikel. Pasalnya, Amerika Serikat dikabarkan tidak akan memberikan subsidi hijau bagi produk yang memiliki kandungan nikel dari Indonesia.
Melalui undang-undang baru Inflation Reduction Rate (IRA), AS diketahui bakal memberikan kredit pajak atas pembelian mobil listrik. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun demikian, insentif ini dikhawatirkan tidak berlaku atas mobil listrik dengan baterai yang mengandung komponen nikel dari Indonesia.
Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan juga dominasi perusahaan China dalam industri nikel RI.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menyatakan Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan AS akan kendaraan listrik dan baterai. Pasalnya, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama.
"Nikel menjadi bahan yang penting untuk produksi baterai kendaraan listrik," ungkap Arsjad, Selasa (4/4/2023).
Arsjad menekankan pentingnya melihat Indonesia dan ASEAN sebagai alternatif untuk China. Ia berharap Amerika Serikat akan memberikan status yang setara kepada anggota Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) dengan negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Amerika Serikat.
"Kami sedang berdiskusi tentang IPEF, dan semangat perjanjian itu adalah kerja sama. Jika Amerika mengecualikan ASEAN, rasanya sangat tidak adil," ujar Arsjad.
(wia)