
Dilema Taiwan: Terjebak 'Cinta Segitiga' dengan AS & China

Jakarta, CNBC Indonesia - Taiwan saat ini menjadi salah satu isu serius yang meliputi hubungan Amerika Serikat (AS) dan China. Beijing terus menerus menyatakan klaimnya atas pulau itu, sementara Washington masih memberikan dukungan bagi Taipei.
Pekan lalu, Presiden Taiwan Tsai Ing Wen disambut di New York dalam sebuah perjalanan transit menuju Amerika Tengah. Saat ini, ia akan mendarat di California, di mana ia kemungkinan besar akan dijamu dengan pertemuan tatap muka dengan ketua DPR AS Kevin McCarthy.
Momentum ini bukanlah sebuah kebetulan. Di AS ada permusuhan yang mendalam dan tumbuh ke China. Situasi ini kemudian mendorong tampilan dukungan yang makin terbuka untuk Taiwan, dengan Demokrat dan Republik bersaing untuk mengalahkan satu sama lain.
Itulah alasan utama mantan Ketua DPR Nancy Pelosi begitu tertarik untuk mendarat di Taipei musim panas lalu, meskipun hal itu memicu reaksi keras dari China. Padahal, Taiwan bisa dibilang merupakan titik konflik terbesar antara AS dan China.
"Saya pribadi sangat menentang kunjungan Pelosi," kata profesor William Stanton, mantan direktur Institut Amerika di Taiwan, kepada BBC, Rabu (5/4/2023).
"Untuk politisi tingkat tinggi dari AS untuk melakukan kunjungan ke pulau itu hanya menyodok China tanpa banyak imbalan. Dan konsekuensinya cukup menakutkan."
Setelah kunjungan itu, rudal China terbang di atas pulau itu saat Beijing membuat ancaman bagi Taiwan. Selain itu, banyak pihak mulai berbicara serius tentang jadwal invasi China ke Taiwan.
Meskipun begitu, segera setelah ia terpilih sebagai ketua DPR Januari ini, Mr McCarthy, tak gentar dan menyatakan niatnya untuk mengikuti contoh Ms Pelosi. Tapi Presiden Tsai memutuskan itu bukan ide bagus.
Tsai mungkin dirasa belum menginginkan kunjungan kontroversial lain oleh seorang pemimpin AS ke Taiwan. Namun meski begitu, ia sedang berupaya membuktikan kepada Beijing bahwa pihaknya masih dapat terus menjalin hubungan internasional.
"Saya pikir cukup jelas bahwa Kevin McCarthy ingin menarik (layaknya) Pelosi. Tapi Tsai Ing Wen berkata, 'Tidak, terima kasih, bagaimana kalau kita minum teh bersama di California saja'," tambah profesor William.
"Apa yang disebut 'diplomasi transit' ini sangat penting bagi Taiwan," timpal Wen Ti Sung, seorang ilmuwan politik di Universitas Nasional Australia.
Selama bertahun-tahun, China telah berhasil memburu banyak sekutu formal Taiwan. Bahkan, Negeri Tirai Bambu berhasil mengurangi jumlah pemerintah yang mengakui Taipei menjadi hanya 13 saja di seluruh dunia, dengan terbaru Honduras menyatakan dukungan diplomatik kepada Beijing.
Sementara itu, di balik manuver Tsai ini, Partai Komunis China telah memasang daya tarik tersendiri. Pihak penguasa China itu mengundang pendahulu Presiden Tsai, Ma Ying Jeou, untuk berkeliling di China daratan.
Ma melakukan tur lima kota yang belum pernah terjadi sebelumnya, seolah-olah untuk memberi penghormatan kepada leluhurnya. Ia bahkan menengok makam leluhurnya di China Tengah.
Namun perjalanan itu juga sarat motif politis. Faktanya, ini adalah pertama kalinya seorang mantan presiden Taiwan diundang ke Republik Rakyat China sejak didirikan pada tahun 1949.
"Beijing mencoba untuk melunakkan nada terhadap Taiwan... memenangkan lebih banyak hati dan pikiran, dan juga menghindari gelombang nasionalisme Taiwan selama kampanye presiden (2024)," tambah Sung.
Di ruangan yang lebih besar, isu Taiwan pun terus memperlebar jurang perbedaan antara AS dan China. Kepala program Asia di German Marshall Fund of the United States, Bonnie Glaser, mengatakan hubungan keduanya saat ini merupakan titik terburuk setelah Washington mengakui Beijing pada 1979.
"Beijing tidak menerima telepon dari Presiden Biden atau Pentagon. Kongres telah menyatakan China sebagai ancaman nyata," ujarnya.
Selama beberapa dekade Washington telah mengelola status quo yang agak rumit, dengan Negeri Paman Sam mengakui posisi bahwa China satu-satunya adalah yang dikuasai Beijing. Dan di sisi lain, AS juga tetap menjadi sekutu setia Taipei, menjamin untuk membantu pulau itu mempertahankan diri.
Tetapi kekhawatiran terbesar adalah asumsi China yang saat ini meyakini AS akan mengubah status quo, yang sebenarnya telah membantu menjaga perdamaian di Selat Taiwan selama 40 tahun terakhir.
"Presiden Biden memberi tahu Xi Jinping bahwa dia tidak menggunakan Taiwan sebagai senjata, bahwa dia tidak mendukung pemisahan Taiwan dari China," tambah Glaser.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemenangan China di Taiwan & 'Sihir' Diplomasi ala Xi Jinping
