Waspada Pak Jokowi! Malapetaka Besar Bisa Terjang Sektor Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki keputusan untuk melarang kegiatan ekspor mineral mentah seperti bijih bauksit dan konsentrat tembaga pada Juni 2023. Kebijakan itu sejatinya mengacu pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Kemarin, pemerintah dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bersama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan juga Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengadakan rapat di Istana Negara, Senin (3/4/2023).
Rapat tersebut membahas mengenai sektor pertambangan yang salah satunya berkaitan dengan pembahasan mengenai ekspor yang dilarang pada Juni 2023 ini. Khususnya untuk ekspor konsentrat tembaga dan juga bauksit.
Rencana penghentian ekspor kedua komoditas itu tentunya bisa menjadi sebuah 'malapetaka' bagi beberapa perusahaan tambang besar, seperti misalnya PT Freeport Indonesia (PTFI), PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dan juga PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) selaku badan usaha milik negara yang mengekspor bijih bauksit.
Dengan berhentinya ekspor konsentrat tembaga misalnya, tentunya ini akan berdampak kepada produktifitas pertambangan seperti tambang milik Freeport yang mempekerjakan puluhan ribu karyawan yang kebanyakan dari daerah setempat.
Pemerintah pun belum memutuskan apakah ekspor konsentrat tembaga ini akan dilarang pada Juni 2023. Yang terang, Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan bahwa izin ekspor dilihat berdasarkan progres pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahannya (smelter).
"Smelternya sekarang berdasarkan laporan per kuartal I-2023 itu sudah kurang lebih 60%. Sudah mengeluarkan dana hampir US$ 2 miliar, jadi progres cukup bagus," terang Menteri Arifin di Istana Negara, Senin (3/4/2023).
Menteri Arifin sendiri menyadari bahwa saat ini pemerintah memegang 51% saham di Freeport Indonesia. Dengan begitu, apabila kegiatan ekspor dilarang makan akan ada potensial loss pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah.
"Kalau larangan ekspor diberlakukan, ini kan saham pemerintah mayoritas ya 51%. Kalau misal dilarang ya lossnya banyak karena kita 51% dan kemudian ada lagi pendapatan-pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah," ungkap Menteri Arifin.
"Cukup besar ya hitung aja kalau harganya US$ 4,5 dolar per pon tembaga, itu revenuenya setaun bisa US$ 8 miliar (Rp120 triliun)," terang Menteri Arifin.
Freeport Indonesia sendiri saat ini sedang membangun smelter tembaga di JIIPE, Gresik, Jawa Timur. Untuk smelter baru itu berkapasitas sebesar 1,7 juta ton konsentrat tembaga dengan nilai investasi mencapai US$ 3 miliar atau setara dengan Rp45 triliun.
Berdasarkan catatan Freeport Indonesia sampai pada Februari 2023 ini, pembangunan smelter tembaga sudah mencapai 56,5% sesuai dari yang ditargetkan.
"Kemajuan fisik secara total dari pabrik milik PT Freeport Indonesia (PTFI) tersebut sudah mencapai 56,5% atau sesuai dengan yang direncanakan," terang Kati Krisnati, Juru Bicara Freeport Indonesia kepada CNBC Indonesia.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia di lapangan, kemajuan fisik pembangunan pabrik tembaga Freeport di Gresik ini memang sudah banyak kemajuan dibandingkan dengan fisik pada saat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking pada Oktober 2021.
Katri menyampaikan, bahwa pihaknya menargetkan, penyelesaian konstruksi fisik selesai di akhir Desember 2023, "Mulai beroperasi ditargetkan pada akhir Mei 2024," ungkap Katri.
(pgr/pgr)