Alasan Air Products Hengkang: Investasi di AS Lebih Menarik!

News - Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
17 March 2023 17:55
Air Products & Chemicals Inc. (Dok. airproducts) Foto: Air Products & Chemicals Inc. (Dok. airproducts)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan mundurnya perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat, Air Products and Chemicals Inc, di dua proyek kerja sama hilirisasi batu bara RI lantaran investasi di Amerika Serikat jauh lebih menarik. Terutama, untuk pengembangan proyek energi baru dan terbarukan (EBT).

Arifin menjelaskan, saat ini Air Products tengah fokus untuk menggarap proyek hidrogen di Amerika Serikat. Hal tersebut menyusul diberikannya subsidi dari pemerintah Amerika Serikat untuk pengembangan proyek energi bersih.

"Di Amerika itu dengan adanya subsidi untuk EBT, jadi ada proyek yang lebih menarik ke sana untuk hidrogen, karena Amerika lagi mendorong untuk pemakaian itu," ungkap Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/3/2023).

Menurut Arifin, dengan adanya Undang-Undang (UU) penurunan inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) yang memberikan subsidi murah untuk pengembangan proyek hidrogen, sehingga membuat banyak investor mengalihkan kembali sebagian besar investasinya ke negeri Paman Sam tersebut.

Meski demikian, Arifin menegaskan proyek hilirisasi batu bara di Indonesia harus tetap berjalan. Terutama, untuk proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dan proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol di Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan Bakrie Group, di mana kedua perusahaan batu bara Bakrie Group yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) akan memasok batu baranya.

"Tetep harus jalan, DME jalan dong, entah DME, entah yang mana, pokoknya harus jalan," kata Arifin.

Indonesia Mining Association (IMA) sebelumnya menilai proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) kemungkinan cukup sulit dikembangkan. Hal tersebut menyusul dengan keluarnya Air Products and Chemicals Inc dari proyek kerja sama hilirisasi batu bara di Indonesia.

Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno mengungkapkan terdapat dua faktor yang bisa membuat program hilirisasi batu bara di Tanah Air sulit direalisasikan. Dua faktor tersebut yakni keekonomian dan teknologi.

Menurut Djoko, apabila dilihat dari keekonomian, harga batu bara saat ini tergolong cukup tinggi untuk proyek gasifikasi. Sehingga, kemungkinan hal tersebut yang menjadi salah satu pertimbangan bagi Air Products untuk tidak melanjutkan kembali proyek ini.

"Di masa lalu DME sudah dibuat feasibility study oleh pihak Air Products dan PTBA tetapi pada saat dibuat harganya masih rendah, sehingga sekarang dengan harga US$ 180 per ton ini masih mahal. Dulu waktu dibuat itu kira kira masih 1/9 harga batu bara ya sekitar US$ 27-28 per ton," ungkap Djoko dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, Kamis (16/3/2023).

Oleh sebab itu, keekonomian daripada proyek tersebut masih dipertanyakan. Ditambah lagi terdapat suatu perubahan dari tradisi tambang batu bara menuju industri petrokimia yang berdampak pada perubahan dari cara bekerja.

"Ini yang mungkin merupakan tantangan kalau memang teknologinya belum terlalu familiar dengan kita sehingga pada dasarnya ketakutan ini akan membuat proyek itu akan sukar berkembang dan sukar dalam pendanaannya," kata Djoko.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

AS Hengkang dari DME RI Saat Jokowi Persiapkan "Amunisi"


(wia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading