Pemerintah Ngebet Moratorium Smelter Nikel, Ini Alasannya..
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membatasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) kelas dua yaitu untuk produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Fero Nikel (FeNi). Ini dilakukan salah satunya karena mempertimbangkan ketersediaan cadangan nikel di Indonesia.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengungkapkan pembahasan terkait rencana pembatasan smelter nikel kelas dua sudah dilakukan antar Kementerian. Adapun pelaksanaannya sendiri masih menunggu data data secara komprehensif.
"Mulai dari sumber daya, jumlah cadangan, serapan smelternya. Sebagai contoh misalnya sekarang ini kalau kita lihat NPI ditambah Fero Nikel itu kalau dijumlah keduanya kan gila-gilan itu, kalau semuanya terjadi," kata dia dalam diskusi Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba, Rabu (8/3/2023).
Irwandy mencontohkan untuk menjadi produk NPI saja misalnya, dibutuhkan bijih nikel sebanyak 160 juta ton. Sementara apabila semua smelter kelas dua terbangun kebutuhan untuk bijih nikel kurang lebih mencapai 450 juta ton.
"Akibatnya jumlah cadangan nikel itu cuma 5,2 miliar ton bisa bayangkan bagaimana cadangan cepat habis kalau eksplorasi dan penemuan baru gak ada. Jadi ini cukup kritis kondisinya kalau kita gak ambil satu langkah," kata dia.
Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) sebelumnya menyebutkan bahwa pemerintah perlu melakukan pembatasan bagi smelter nikel kelas dua yaitu untuk produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Fero Nikel (FeNi).
CEO IMIP Alexander Barus membeberkan bahwa pabrik pengolahan turunan untuk NPI dan FeNi yaitu pabrik stainless steel masih kurang di Indonesia, sehingga penyerapan NPI dan FeNi di dalam negeri masih kurang.
"Fasilitas untuk pembuatan stainless steel ini saat ini masih terbatas dalam negeri, intinya semua produk Fero Nikel dan Nickel Pig Iron itu belum dapat diserap dalam negeri," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Kamis (26/1/2023).
Alexander menilai, Indonesia masih dalam tahap hilirisasi dan belum mencapai tahap industrialisasi. Oleh karena itu, dia mengatakan perlu adanya moratorium untuk pembangunan smelter kelas dua.
"Saya kira ini kita masih sampai pada tahap hilirisasi belum sampai tahap lanjutan industrialisasi menghasilkan produk akhir. Saya kira di situ sekarang yang perlu kita pertimbangkan kalau ada moratorium," ujarnya.
Sebab itu, dia menganjurkan agar pemerintah bisa fokus untuk melakukan industrialisasi untuk produk yang sudah dimurnikan melalui smelter kelas dua tersebut. Sehingga nantinya NPI dan FeNi tidak perlu lagi diekspor karena sudah terserap sepenuhnya dalam negeri.
"Nah juga di smelter lain saat ini sudah ada pembangunan stainless steel, tapi belum sampai menyerap semua produk Nickel Pig Iron, Fero Nikel yang diproduksi smelter dalam negeri, ini masih kita ekspor," jelas Alexander.
Menurutnya, jika Indonesia sudah mencapai tahap industrialisasi, maka nilai tambah yang bisa diraih dari bahan dasar utama yaitu nikel semakin maksimal.
"Industrialisasi ini adalah tahapan setelah pembangunan smelter, jadi hilirisasi dan industrialisasi ini harus dipadukan, sehingga semua kapasitas smelter dalam negeri ini bisa dimanfaatkan dalam negeri sampai produk akhir. Sehingga nilai tambahnya itu bisa maksimum untuk kita," pungkasnya.
(pgr/pgr)