Gaet Investor, Pemerintah Masih Perlu Gelar "Karpet Merah"

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Jumat, 03/03/2023 18:48 WIB
Foto: Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas dalam Economic Outlook 2023 dengan tema "Menjaga Momentum Ekonomi di Tengah Ketidakpastian" di Hotel St. Regis, Jakarta, Selasa (28/2/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menegaskan pentingnya hilirisasi tambang di dalam negeri. Adapun salah satu upaya untuk mendorong hilirisasi ini yaitu dengan melarang ekspor mineral mentah.

Larangan ekspor mineral mentah ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) di mana dalam aturan itu disebutkan Indonesia tidak boleh lagi mengekspor mineral mentah pada Juni 2023 mendatang.

Namun demikian, agar kebijakan hilirisasi ini berjalan sampai produk akhir yang dikonsumsi langsung masyarakat, maka pemerintah dinilai perlu menggelar "karpet merah" bagi pengusaha atau investor.


Wakil Ketua Umum Bidang Investasi Kadin Tony Wenas mengatakan, Indonesia perlu menyediakan "karpet merah" untuk investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dia menyebut, sudah ada investor asing yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dengan melihat kesuksesan G20 dan B20 yang digelar di Bali pada November 2022 lalu.

Dia menjelaskan, "karpet merah" yang dimaksud adalah dengan memberikan kemudahan investor dalam bentuk kepastian hukum, kepastian berusaha, dan kestabilan politik di Indonesia.

"Investor berminat sudah percaya Indonesia, apalagi dengan suksesnya G20 dan B20 tahun lalu. Tentu saja ini akan lebih menarik lagi investor untuk investasi. Yang harus kita lakukan adalah kita perlu menyiapkan dalam tanda kutip 'karpet merah', jadi diberikan kemudahan berusaha, fasilitasi insentif fiskal atau non fiskal," ungkap Tony dalam program Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Jumat (3/3/2023).

"Investor melihatnya kembali di samping kepastian berusaha, kepastian hukum, kestabilan politik. Tentu bottomline-nya itu how much are we going to make, seberapa besar return untuk mereka," pungkasnya.

Selain itu, dia mengatakan pemerintah harus bisa menciptakan koordinasi yang baik antara kementerian dengan pelaku usaha terkait untuk memberikan kemudahan bagi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.

"Sekarang perlu dilakukan secara terintegrasi maksudnya seluruh kementerian bersama private sector kemudian bersama-sama membuat roadmap industri yang lebih hilir lagi untuk kemudian kita tawarkan kepada investor asing maupun dalam negeri," tambahnya.

Di kesempatan berbeda, Tony menyebut, Indonesia memiliki kemampuan untuk bersaing dengan negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam. Menurutnya, ini tak lain karena negeri ini sudah memiliki modal besar yang berlimpah, yakni kekayaan sumber daya alam, atau dalam hal ini komoditas tambang, seperti nikel, bauksit, tembaga, timah, dan lainnya.

Komoditas mineral tersebut merupakan bahan baku utama untuk membuat baterai hingga kendaraan listrik, yang tak dimiliki negara tetangga RI.

"Kami dan Kadin maupun Pemerintah bersama-sama bagaimana mengundang mereka (investor) agar mau datang ke Indonesia karena kita punya mineral, hilirisasi, dan lain-lain, dan ini harusnya bisa gayung bersambut. Bahan baku utama ada di Indonesia, ngapain datang ke Thailand dan Vietnam," ungkap Tony dalam acara Economic Outlook 2023 CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, rencana pemerintah untuk membangun ekosistem baterai kendaraan listrik di Tanah Air merupakan tak lain untuk menggenjot hilirisasi tambang yang pada ujungnya meningkatkan nilai tambah untuk negeri ini.

Menurut Tony, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi industri berbasis bahan tambang mineral cukup besar. Apalagi, mineral tambang yang ditujukan untuk bahan baku dasar pembuatan baterai kendaraan listrik.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tambang Kerap Diterpa Isu Lingkungan, Begini Saran DPR