Internasional

5 Update Perang Ukraina: Rusia, Nuklir, China dan India

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
03 March 2023 11:10
Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri konser patriotik yang didedikasikan untuk Hari Pembela Tanah Air yang akan datang di stadion Luzhniki di Moskow pada 22 Februari 2023. (SPUTNIK/AFP via Getty Images/MIKHAIL METZEL)
Foto: (SPUTNIK/AFP via Getty Images/MIKHAIL METZEL)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina saat ini telah memasuki bulan ketiga belas. Saat ini, pertempuran masih berlangsung sengit, terutama di kawasan Bakhmut.

Berikut pembaruan terkait perang Rusia-Ukraina seperti dirangkum dari CNBC International dan Al Jazeera Jumat (3/3/2023):

1. Rusia Warning Nuklir

Rusia kembali memberikan peringatan terkait penggunaan senjata nuklir kepada negara-negara Barat yang mendukung Ukraina. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov bahkan menyebut langkah ini berarti aliansi Barat pimpinan Amerika Serikat (AS) telah melakukan perang 'hibrida' dengan Moskow.

"Kebijakan AS dan NATO untuk memicu konflik di Ukraina dan peningkatan keterlibatan mereka dalam konfrontasi militer penuh dengan bentrokan militer langsung dari kekuatan nuklir dengan konsekuensi bencana," tegasnya dalam forum konferensi PBB tentang perlucutan senjata.

Ia kemudian menambahkan langkah Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menangguhkan perjanjian pengurangan senjata nuklir START dengan AS merupakan tanggapan atas tindakan Washington dan NATO di Ukraina.

2. Tuduhan Bantuan China ke Rusia

Gedung Putih mengatakan belum melihat China memasok Rusia dengan senjata untuk perang di Ukraina. Hal ini sedikit meredakan ketegangan setelah sebelumnya Paman Sam menyebut ada kemungkinan Beijing membantu Moskow.

"Kami belum melihat China membuat keputusan untuk bergerak ke arah itu," kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby ketika ditanya tentang potensi transfer senjata.

"Pada akhirnya itu adalah pilihan mereka," tambah Kirby, menolak untuk menguraikan potensi tindakan pembalasan AS.

3. Menlu G20 Kumpul di India

Menteri Luar Negeri (Menlu) negara-negara G20 berkumpul di New Delhi pada Kamis, (2/3/2023). Organisasi kelompok 20 ekonomi terbesar dunia itu diketahui merupakan organisasi yang diikuti baik Rusia, AS, Uni Eropa, Inggris, Jepang, hingga Indonesia.

Dalam pertemuan itu, para Menlu G20 disebutkan belum menyetujui konsensus tentang perang Ukraina. Ini setelah Rusia dan China menolak diskusi terkait hal tersebut.

Menlu India Subrahmanyam Jaishankar mengatakan ada "perbedaan" yang tidak dapat didamaikan. Karena, "berbagai pihak memiliki pandangan yang berbeda".

"Anggota G20, kelompok ekonomi terbesar di dunia, menyetujui sebagian besar masalah yang melibatkan negara-negara kurang berkembang seperti memperkuat multilateralisme, mempromosikan ketahanan pangan dan energi, perubahan iklim, masalah gender, dan kontraterorisme," paparnya.

4. Bakhmut

Bakhmut hingga saat ini terus menjadi lokasi garis depan pertempuran keras antara kedua pihak. Rusia mengatakan merebut Bakhmut akan membuka jalan untuk sepenuhnya mengontrol sisa kawasan industri strategis Donbas yang berbatasan dengan Rusia.

"Pasukan Ukraina dengan keras menentang upaya Rusia untuk merebut kota kecil Bakhmut dan mengerahkan cadangan ekstra besar-besaran ke dalam pertempuran berdarah," kata Yevgeny Prigozhin, pendiri pasukan tentara bayaran Wagner Rusia.

Ukraina mengatakan Bakhmut memiliki nilai strategis yang terbatas. Meski begitu, mereka akan terus mengerahkan sumber daya agar kota itu tidak jatuh ke tangan Moskow.

Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan, Colin Kahl, menggambarkan garis depan di Ukraina sebagai "kerja keras yang keras". Ia juga berharap agar Rusia tidak dapat memperoleh keuntungan teritorial yang signifikan dalam waktu dekat.

5. Rusia Bikin Tempat Penyiksaan?

Rusia dilaporkan merencanakan dan membiayai langsung sebuah pusat penyiksaan di Kota Kherson, Ukraina. Hal ini terlihat dari bukti yang dikumpulkan oleh tim pengacara Ukraina dan internasional yang dipimpin seorang pengacara Inggris.

Sebagaimana diketahui, kota di Ukraina selatan itu berada di bawah kendali Rusia selama delapan bulan. Yakni sejak 2 Maret 2022 lalu hingga pasukan Ukraina memasuki kota itu pada 11 November 2022.

Para pengacara, yang disebut Tim Mobile Justice, mengatakan bahwa mereka telah menyelidiki 20 ruang penyiksaan di Kherson. Mereka menyimpulkan ruang penyiksaan tersebut bagian dari rencana yang diperhitungkan untuk meneror, menundukkan, dan melenyapkan perlawanan Ukraina dan menghancurkan identitas negara tetangganya tersebut.

Bukti yang dikumpulkan oleh jaksa Ukraina dan dianalisis oleh tim Mobile Justice mencakup rencana yang digunakan oleh pasukan pendudukan Putin untuk mendirikan, mengelola, dan membiayai 20 pusat penyiksaan di Kherson.

"Ruang penyiksaan massal, yang dibiayai oleh negara Rusia, tidak acak melainkan bagian dari cetak biru yang dipikirkan dan dibiayai dengan hati-hati dengan tujuan yang jelas untuk menghilangkan identitas nasional dan budaya Ukraina," kata pengacara Inggris Wayne Jordash yang memimpin tim tersebut, dikutip The Guardian.

Pusat-pusat tersebut dijalankan oleh dinas keamanan Rusia, FSB, serta dinas penjara Rusia dan kolaborator lokal. Fasilitas ini dirancang untuk menaklukkan, mendidik ulang, atau membunuh pemimpin sipil Ukraina dan para pembangkang.

Para tahanan termasuk yang memiliki hubungan dengan Ukraina atau masyarakat sipil Ukraina, seperti aktivis, jurnalis, pegawai negeri, dan guru. Korban lain mengatakan mereka dihentikan secara acak di jalan dan kemudian ditahan karena diduga memiliki materi pendukung Ukraina di ponsel mereka.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Serang Ukraina Besar-besaran! Tembak 81 Rudal, 8 Drone

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular