
Awas! Raksasa Arab Terancam Jadi Sri Lanka Baru Timur Tengah

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis ekonomi yang saat ini terjadi telah menghantam beberapa negara dunia. Tak hanya Asia, Timur Tengah (Timteng) atau dunia Arab mengalami persoalan serupa.
Salah satu negara Arab yang mengalami krisis adalah Mesir. Negara berpenduduk 107 juta itu saat ini saat ini telah mengalami inflasi tinggi dan masalah finansial yang berat.
Terbaru, Badan Pusat Mobilisasi dan Statistik Mesir pada pekan lalu merilis merilis angka yang menunjukkan bahwa inflasi tahunan naik menjadi 26,5% pada Januari dari 21,9% di bulan Desember.
"Pada bulan Januari, harga komoditas di Mesir terus meningkat. Biaya roti dan sereal naik rata-rata 6,6%, sedangkan harga daging dan unggas melonjak 20,6%," kata kantor itu dikutip Africa News, Senin (13/2/2023).
Akibat lonjakan ini, daya beli masyarakat mulai turun dan bahkan tak mampu lagi memenuhi kebutuhan pokok. Salah satunya dialami Lama Samy, seorang profesional media yang terampil dengan pengalaman pasar yang memadai.
Saat ini, ia memutuskan untuk tinggal di rumah orang tuanya karena upah yang menyusut dan lingkungan kerja yang semakin tidak stabil. Itupun, menurutnya, masih membuat kondisi keuangan tersengal-sengal.
"Sebelumnya, 1000 pound Mesir (Rp 500 ribu) akan sangat membantu, dan itu cukup untuk membeli bahan makanan selama seminggu, tetapi sekarang kami membelanjakan jumlah yang sama untuk membeli sedikit atau tidak sama sekali," kata Samy kepada media Fanack.
Selain inflasi, Mesir juga telah menderita berbagai krisis keuangan dalam dekade terakhir. Ini menyebabkannya mencari dana talangan dari kreditur seperti Dana Moneter Internasional (IMF), dan sekutu Arab yang berada dalam Kerjasama Negara Teluk (GCC).
Seperti dilansir IMF, utang negara tahun ini menyumbang 85,6% dari ukuran ekonominya. Hal ini telah meninggalkan negara dalam siklus pinjaman yang tidak berkelanjutan. Bahkan, IMF juga telah mencairkan bantuan senilai US$ 3 miliar (Rp 45 triliun) pada Negeri Piramida itu.
Salah satu faktor kunci kegagalan ekonomi adalah peran militer yang terlalu besar yang telah melemahkan sektor swasta. Pengeluaran militer berkisar dari stasiun hingga rumah kaca, bensin, makanan, pabrik, hotel, transportasi, dan banyak lagi.
Tak hanya itu investasi pemerintah dalam mega proyek seperti ibu kota baru di gurun yang menampung kementerian pertahanan yang 'lebih besar dari Pentagon', telah menghambat perusahaan swasta untuk bersaing dan menciptakan lapangan kerja baru.
Belum cukup di situ, pandemi Covid-19 mengakibatkan investor menarik US$ 20 miliar dari negara tersebut pada tahun 2020. Ini juga membuat sektor pariwisata yang menjadi andalan Mesir tergerus.
Penderitaan Mesir pun berlanjut saat perang Rusia-Ukraina terjadi. Pasalnya, kedua negara adalah pengekspor utama gandum ke Mesir dan sumber pariwisata massal.
Selain itu, Pound Mesir telah kehilangan setengah nilainya terhadap dolar sejak Maret tahun lalu, menyusul devaluasi yang diminta sebagai bagian dari perjanjian pinjaman IMF.
Menurut Bank Dunia, hampir sepertiga penduduk Mesir saat ini hidup di bawah garis kemiskinan, dan hampir sebanyak itu 'rentan jatuh ke dalam kemiskinan.'
Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Mesir telah mengambil kebijakan untuk meningkatkan cadangan devisa negara itu. Selain itu Badan Gizi Nasional Mesir meminta warga di negara untuk mengkonsumsi ceker ayam, yang dapat diperoleh dengan harga yang murah.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Negara Arab Ini "Sakit" & Jadi Pasien IMF Lagi, Siapa?