
Begini Nasib Para Pendeta Rusia yang Mengkritik Perang Putin

Jakarta, CNBC Indonesia - Sederet agamawan dunia mulai mengkritisi perang Rusia di Ukraina. Hal ini dikarenakan penderitaan warga di negara itu yang tak kunjung usai, meski perang telah memasuki hampir satu tahun.
Imam Gereja Ortodoks Maxim Nagibin telah menjadi orang buangan di desanya di Rusia selatan sejak khotbah yang dia berikan di gereja lokalnya, St. Michael the Archangel. Saat itu, ia menyebut perang Rusia di Ukraina sebagai 'kejahatan'.
"Saya ingin mengungkapkan sudut pandang saya agar orang-orang mendengar saya, ingin berbagi rasa sakit di jiwa saya," kata Nagibin kepada The Moscow Times, Senin (13/2/2023).
"Tapi, sayangnya, tidak semua orang mendengarkan saya dan ada konsekuensinya."
Mereka yang berani mengambil langkah seperti itu tidak hanya menghadapi pengucilan di komunitas lokal mereka, tetapi juga dilucuti dari posisinya dan bahkan dituntut. Beberapa bahkan telah melarikan diri dari Negeri Beruang Merah.
Setelah khotbah antiperangnya, Nagibin mengatakan dia dipanggil untuk berbicara dengan petugas dari Dinas Keamanan Federal (FSB). Dia juga dilaporkan ke polisi setempat dan otoritas gereja di Moskow.
Pada Oktober, dia didakwa melanggar undang-undang sensor masa perang, tetapi dibebaskan karena undang-undang pembatasan telah kedaluwarsa.
Mirip dengan Nagibin, pendeta Ortodoks lainnya, Ioann Burdin, dari wilayah Kostroma juga melakukan hal yang sama. Ia pun dihukum di bawah undang-undang sensor masa perang dan didenda 35.000 rubel (Rp 7,2 juta). Bulan berikutnya, ia mengundurkan diri dari posisinya sebagai pastor paroki.
Baik Nagibin dan Burdin adalah bagian dari kelompok 293 ulama Ortodoks yang menandatangani surat terbuka pada bulan Maret yang menyerukan 'setiap orang yang bergantung pada penghentian perang saudara di Ukraina' untuk menerapkan 'gencatan senjata segera'.
Selain dari kalangan pemuka agama Kristen, penolakan terhadap perang juga disuarakan Perwakilan Dalai Lama di Moskow, Telo Tulku Rinpoche. Akibatnya, Kremlin mengecapnya sebagai 'agen asing'.
"Tidak ada yang membutuhkan perang ini... Sangat sulit untuk mengatakan dan menerima bahwa Rusia benar. Sangat sulit untuk mengatakannya, dan ini yang tidak bisa saya (katakan)," kata Ombadykow dalam wawancara bulan Oktober.
Walau ada pertentangan, mayoritas pemimpin agama Rusia telah sejalan dengan Kremlin setelah serangan ke Ukraina. Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia Patriark Kirill, bahkan bahwa 'pengorbanan' yang dilakukan oleh tentara Rusia akan 'membebaskan mereka dari segala dosa'.
"Dukungan institusional Gereja untuk perang tidak mengherankan mengingat hubungan dekatnya dengan Presiden Vladimir Putin," menurut Sergei Chapnin, seorang sarjana agama dan mantan editor di penerbit Moscow Patriarchate.
"Umur gereja ini... akan sama dengan umur Putin. Mereka yang secara terbuka berbicara menentang perang sedikit dan nama-nama pendeta yang luar biasa itulah yang, tidak diragukan lagi, akan tercatat dalam sejarah."
Meskipun tidak ada ekspresi ketidaksetujuan dari para pemimpin Muslim di negara itu, Renat Bekkin, seorang spesialis studi agama yang meneliti para Ulama Islam, percaya bahwa banyak dari mereka menyimpan pandangan yang rahasia.
"Semakin tinggi posisinya, semakin tidak bebas mereka untuk mengungkapkan pendapat pribadinya. Jika seseorang berbicara, seorang mufti akan dipaksa untuk memecat orang itu," paparnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sendirian, Putin Khusyuk Jalani Ibadah Natal Ortodoks