
Media Asing Sorot Jokowi Hentikan Ekspor Tambang Mentah

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berencana melarang ekspor emas. Langkah terbaru ini dilakukan setelah pertengahan tahun ini pemerintah berencana untuk menghentikan ekspor komoditas tambang mentah seperti bauksit, tembaga, hingga timah.
Hal ini disebutkan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, menyusul kesuksesan hilirisasi pada komoditas nikel. Sejak ekspor bijih nikel dilarang pada 2020, Presiden menyebut nilai tambah bagi negara ini melonjak menjadi US$ 30 miliar dari sebelumnya hanya US$ 1,1 miliar saat Indonesia mengekspor bijih nikel.
"Kemudian nanti lari ke bauksit, timah, dan tembaga, kemudian lari ke emas, lari ke gas alam dan minyak," ungkap Jokowi dalam 'Pertemuan Industri Jasa Keuangan' di Jakarta, Senin lalu.
Dengan pernyataan seperti ini, media asing ramai-ramai membahas hal tersebut. Salah satunya adalah media milik negara Jerman, Deutsche Welle (DW).
DW membuat artikel khusus bertajuk 'Export bans boost Indonesia's onshoring policy'. Media itu menyebut Indonesia mengikuti jejak China dalam menghentikan ekspor tambang mentah.
"China telah terbangun dengan pola perdagangan dunia yang cacat bertahun-tahun yang lalu, secara bertahap melepaskan citranya sebagai bengkel global yang murah dan menggantinya dengan dorongan untuk produk-produk kelas atas. Rekannya di Asia, Indonesia, sekarang mengikuti jejak Beijing, karena berusaha menopang pertumbuhan tanpa henti selama 20 tahun dengan dorongan manufaktur," tulisnya, dikutip Jumat (10/2/2023).
"Berdasarkan peraturan yang berlaku sejak 2020, pembeli nikel Indonesia dari luar negeri, misalnya, sekarang harus berinvestasi di pabrik peleburan dalam negeri dan mengolah bahan bakunya secara lokal. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, dan permintaan logam ini tinggi karena penggunaannya dalam pembuatan baja dan baterai kendaraan listrik," tulisnya lagi.
"Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kini berupaya mengubah peruntungan ekonomi negaranya dengan menjadikan pemasok komoditas sebagai pusat manufaktur. Tujuannya adalah untuk mengubah Indonesia menjadi negara industri yang matang pada tahun 2045."
Nikkei Asia, juga membahas Indonesia. Dalam artikel berjudul 'Indonesia's drive to lift resource curse shakes global producers', media itu menyebut Indonesia sebagai negara dengan kelimpahan mineral penting tapi berada dalam posisi negosiasi yang kuat atas embargo mineral yang bersifat permanen.
"Pelarangan ekspor bahan mentah akan memacu investasi di sektor hilir, menciptakan lapangan kerja dan mengarah pada peningkatan ekspor produk yang lebih bernilai, daripada hanya menjual apa yang digali dari tanah. Ini adalah kebutuhan mendesak bagi negara yang sektor pertambangannya hanya menyumbang 6,4% dari perekonomian meskipun memiliki sumber daya yang melimpah," tulis media tersebut.
Nikkei juga menulis nikel menjadi yang terkuat di Indonesia, di mana bahan ini digunakan dalam baja tahan karat dan memperoleh traksi sebagai bahan utama dalam baterai EV bertenaga. Harga nikel baru-baru ini mencapai level tertinggi dalam 10 tahun, dengan stok logam turun karena perusahaan mobil besar meningkatkan produksi EV mereka.
Sementara The Diplomat, dalam artikel berjudul 'Can Indonesia Achieve Its Electric Vehicle Ambitions?' menulis soal rencana Indonesia ingin menjadi pusat EV global. Karenanya, keseimbangan antara mempromosikan pembangunan domestik dan menarik investasi asing harus dilakukan, sambil meningkatkan keterjangkauan EV dan menyelaraskan kebijakan industri hijau dengan aturan perdagangan global.
"Jika Indonesia gagal mencapai impian EV-nya, itu bukan karena kekurangan sumber daya alam atau tekad. Pada hitungan sebelumnya, negara Asia Tenggara berada pada posisi yang baik untuk mengubah dirinya menjadi ekosistem baterai EV yang komprehensif," tulisnya.
"Ini membanggakan kelimpahan bahan baku yang terdiri dari baterai lithium-ion yang digunakan dalam kendaraan listrik. Ini termasuk hampir seperempat dari cadangan nikel dunia yang diketahui, serta sejumlah besar tembaga, bauksit, dan timah. Indonesia hanya kekurangan lithium, dan pemerintah saat ini sedang dalam pembicaraan untuk mendapatkan mineral dari tambang di Australia," tambahnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Media Asing Tiba-Tiba Sorot Jokowi Jika Tak Lagi Presiden, Kenapa?
