
Ekspor Emas RI Sudah Berupa Logam, Kenapa Mau Disetop Jokowi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kaya akan sumber daya mineral, salah satunya adalah emas. Namun, nilai tambah komoditas emas bagi negara ini dinilai masih kurang optimal, sehingga memicu Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk menghentikan ekspor emas.
Rencana menyetop ekspor emas ini menyusul kesuksesan pada komoditas nikel. Presiden Jokowi sempat menyebut, sejak ekspor bijih nikel disetop pada 2020 lalu, nilai tambah Indonesia dari nikel disebutkan melejit menjadi US$ 30 miliar dari sebelumnya "hanya" US$ 1,1 miliar saat masih mengekspor bijih.
Namun, apakah emas yang diekspor RI selama ini masih berupa bahan mentah, sehingga harus disetop?
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengungkapkan bahwa emas yang dijual keluar negeri selama ini sudah berupa logam dengan kadar 99,99%.
"Yang terpenting kemudian sebelum kita memutuskan hilirisasi lebih lanjut, karena kalau emas itu kan, kalau dikatakan kita mengekspor bijih, bijih emas itu sudah bukan bijih, dia (emas) dalam bentuk metal, jadi kalau di penambangan itu sudah produk akhir dari industri tambang," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Kamis (9/2/2023).
Namun demikian, Tony menilai memang harus ada industri lanjutan yang mengolah emas batangan menjadi produk yang lebih hilir lagi. Pasalnya, emas batangan bisa diolah lagi di dalam negeri menjadi perhiasan ataupun untuk industri elektronik.
"Sekarang ini gimana emas yang merupakan produk terakhir dari industri tambang bisa diolah oleh industri hilir lainnya, yaitu contoh jewellery (perhiasan) atau industri elektronik yang butuh emas juga," ungkapnya.
Oleh karena itu, Tony menganjurkan agar pemerintah menimbang pembangunan industri lanjutan dari emas batangan yang saat ini sudah diproduksi.
"Sehingga, kalau produk akhir dari tambang kemudian industri lanjutan, lanjutannya yang perlu kita pikirkan untuk bagaimana supaya industri yang lebih hilir lagi muncul dalam negeri. Kami kalau dari segi penambang produk akhirnya sudah metal, yang diproduksi metal emas," tegasnya.
Di lain sisi, Ketua Komite Tetap Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kadin, Arya Rizqi Darsono mengatakan Indonesia harus berkaca, apakah sudah siap dalam menerapkan kebijakan pelarangan ekspor untuk komoditas emas.
"Kalau memang ini (emas) dilakukan pelarangan ekspor, nah ini tentunya kita balik lagi apakah sekarang industri sudah siap menerima dari produksi dari gold bar yang sudah diproses dalam negeri," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Arya menilai, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia selalu mendukung program pemerintah. Namun, dia menekankan harus ada pembicaraan lebih lanjut mengenai pelarangan ekspor mineral mentah yang akan diberlakukan pada Juni 2023 mendatang.
"Jadi menurut saya, intinya Kadin sih mendukung program ini, hanya mungkin kita perlu duduk bicara lagi. Karena kalau misal semua harus pelarangan ekspor dalam waktu Juni 2023 ini, menurut saya harus dipertimbangkan lagi," jelasnya.
Seperti diketahui, setelah sukses melaksanakan hilirisasi nikel pada 2020 lalu, salah satunya dengan melarang ekspor bijih nikel, Presiden Jokowi akan melanjutkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah pada komoditas tambang lainnya, yakni bauksit, tembaga, timah, hingga emas.
Presiden mengungkapkan, jika kebijakan ini konsisten dijalankan, maka akan menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
"Ini harus terus konsisten kita dorong, dan naik terus PDB kita, sehingga kita harapkan betul bisa melompat maju ke depan dan hilirisasi menjadi kunci bagi negara ini kalau kita ingin menjadi negara maju," tuturnya dalam 'Pertemuan Industri Jasa Keuangan', di Jakarta, Senin (6/2/2023).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Bakal Setop Ekspor Emas, Begini Reaksi Pengusaha
