Pak Jokowi Perlu Tahu, Begini Sulitnya Hilirisasi di RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menegaskan berkali-kali atas pentingnya melakukan hilirisasi komoditas tambang di dalam negeri. Pasalnya, ini bisa meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, bahkan bisa menjadi lompatan agar negeri ini bisa menjadi negara maju.
Kendati demikian, pada kenyataannya, membangun hilirisasi di dalam negeri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Terdapat sejumlah kendala dan juga tantangan untuk membangun hilirisasi, khususnya membangun proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif mengatakan bahwa ada empat masalah utama bagi pengusaha yang hendak membangun ekosistem hilirisasi hasil tambang di Indonesia.
"Masalah dari hilirisasi ini bagi mereka yang ingin mendirikan smelter atau pabrik atau fasilitas pemurnian. Biasanya di Indonesia ini ada empat masalah yang kalau kita urus secara prioritas," ucap Irwandy kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Rabu (8/2/2023).
Lantas, apa saja permasalahan yang dihadapi dalam membangun smelter di Indonesia? Irwandy menyebut, empat masalah utama tersebut antara lain:
1. Masalah finansial
2. Masalah pasokan energi
3. Masalah lahan
4. Masalah perizinan
Irwandy menyebutkan keempat permasalahan tersebut harus menjadi prioritas bagi pemerintah untuk segera diatasi dalam rangka menumbuhkan ekosistem hilirisasi di Indonesia.
Dengan begitu, dia menilai langkah yang perlu diambil pemerintah saat ini adalah dengan memberikan insentif, baik fiskal maupun non fiskal.
"Kemudian, dari sini kita lihat untuk tumbuh kembangkan hilirisasi di Indonesia untuk berbagai komoditas tadi, maka diperlukan insentif fiskal dan insentif non fiskal," tuturnya.
Menurutnya, insentif non fiskal yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha yang ingin membangun ekosistem hilirisasi di Indonesia, salah satunya seperti perpanjangan waktu Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Sebagai contoh bagi mereka yang melakukan hilirisasi misal nikel, bauksit, tembaga dan sebagainya itu diberi perpanjangan dari IUP maupun IUPK setiap 10 tahun sampai cadangan habis. Ini salah satu insentif non fiskal yang paling berharga buat mereka karena akan memberikan kepastian jangka panjang dalam berusaha," tuturnya.
Seperti diketahui, setelah sukses melaksanakan hilirisasi nikel pada 2020 lalu, salah satunya dengan melarang ekspor bijih nikel, Presiden Jokowi akan melanjutkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah pada komoditas tambang lainnya, yakni bauksit, tembaga, timah, hingga emas.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan hilirisasi yang dilakukan pada komoditas nikel telah membuahkan hasil mencapai US$ 30 miliar, dibandingkan sebelumnya "hanya" US$ 1,1 miliar saat Indonesia masih mengekspor bahan mentah.
Presiden mengungkapkan, jika kebijakan ini konsisten dijalankan, maka akan menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
"Ini harus terus konsisten kita dorong, dan naik terus PDB kita, sehingga kita harapkan betul bisa melompat maju ke depan dan hilirisasi menjadi kunci bagi negara ini kalau kita ingin menjadi negara maju," tuturnya dalam 'Pertemuan Industri Jasa Keuangan', di Jakarta, Senin (6/2/2023).
[Gambas:Video CNBC]
Jokowi Mau RI Jadi Negara Maju: Kalah di WTO, Maju Terus!
(wia)