Perusahaan Ngekor Langkah Sri Mulyani Tahan Belanja, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang 'membintangi' sejumlah anggaran kementerian dan lembaga ternyata juga membuat pelaku usaha menahan belanja untuk berekspansi.
Kepala Ekonom Ban Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, berdasarkan laporan belanja perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) kebanyak juga tengah menahan belanja modalnya.
"Saya lihat dari data perusahaan-perusahaan yang listing di bursa. Itu capex hanya tumbuh 8% di kuartal III, kuartal IV kan belum keluar, sedangkan omzet bisa naik sampai 28% artinya banyak yang belum berani," ujar David kepada CNBC Indonesia, Rabu (1/2/2023).
Ia menjelaskan, perusahaan yang menahan belanjanya itu disebabkan kekhawatiran mereka terhadap kondisi perekonomian global pada 2023 yang kerap kali disebut pemerintah dan lembaga internasional suram. Mulai dari ancaman resesi hingga banyaknya kabar PHK.
"Sentimen pebisnis dari sektor swasta agak turun dalam membelanjakan capex nya. Jadi kelihatan berita-berita yang negatif memengaruhi psikologis mereka dalam bereskpansi walaupun dari sisi omzet naiknya cukup kencang," tutur David.
Dengan kondisi ini, David menekankan, pemerintah seharusnya cepat membelanjakan anggarannya untuk memberikan keyakinan pelaku usaha untuk berekspansi pada tahun ini supaya pertumbuhan ekonomi domestik tak melambat seperti ekonomi global. Apalagi dana yang mengendap di anggaran pemerintah maupun daerah kata dia terbilang banyak selama 2022.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia pemerintah memiliki kas sangat besar untuk menghadapi 2023 yakni sekitar Rp 387,2 triliun. Kas tersebut berasal dari dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2022 mencapai Rp 232,2 triliun dan Saldo Anggaran Lebih (SAL) hingga akhir tahun ini sebesar Rp 165 triliun. Dana Pemda di bank pun tercatat Rp 123 triliun.
"Kalau buffer iya pasti kan setiap ada tantangan kita perlu buffer. Tapi memang kan di dalam negeri ini kalau semua menahan diri karena ekonomi kita itu memang 56% di drive sektor domestik, konsumsi domestik jadi memang harus tetap ada kayak macam pengungkit," tutur David.
"Ibarat bola salju kita harus ungkit dulu supaya bola saljunya itu bergulir. Jadi memang perlu juga, walaupun dari sisi size pemerintah kan enggak besar lagi ya fiskal defisitnya akan diturunkan di bawah 3%, hanya 2,8%," ucapnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF ), Tauhid Ahmad menambahkan, sebetulnya dana KL yang dibintangi itu kecil, yakni sekitar 5% dari total anggaran pemerintah. Itupun sudah dilaksanakan sejak tahun lalu karena untuk mengantisipasi kebutuhan kenaikan subsidi harga BBM.
"Sebenarnya tahun kemarin juga dibintangi 5% diambil untuk kenaikan subsidi, jadi subsidinya kan ditambah kita menaikkan harga BBM tapi itu enggak cukup akhirnya subsidi ditambah," tuturnya.
Untuk tahun ini pun kebijakan pencairan anggaran menjadi lebih selektif menurutnya juga wajar karena pemerintah harus mengantisipasi kebutuhan dana tak terduga seperti untuk menghadapi tahun Pemilu mulai 2023 hingga 2024, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga tekanan ekonomi global dari sisi inflasi yang masih tinggi.
"Bisa jadi pencadangan untuk kalau misalnya harga BBM bergejolak sehingga menginginkan di tahun politik tidak berani menaikkan harga BBM maka subsidi atau ongkosnya yang ditambah lagi," ucap Tauhid.
Kendati begitu, Tauhid menganggap, dampak dari kebijakan pencairan anggaran yang selektif ini tidak akan banyak memengaruhi pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi pemerintah. Sebab, anggaran KL yang diseleksi Sri Mulyani Indrawati untuk bisa dicairkan katanya pasti bukan belanja-belanja prioritas.
"Tapi makanya kalau yang dipotong belanja modal signifkan, tapi kalau belanja barang, gaji pegawai dan sebagainya, yang enggak terlalu signfikan buat ekonomi syaratnya boleh dipotong tapi jangan belanja modal. kalau belanja modal dampaknya ke ekonomi luar biasa semakin memperburuk peran government expenditure dalam perekonomian," kata Tauhid.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah menjelaskan, bintang pada anggaran KL itu dilakukan dalam rangka mengalokasikan cadangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di tengah situasi global yang tidak menentu. Serta, untuk mendorong agar K/L lebih fokus pada isu-isu prioritas.
"Kita melakukan cadangan untuk APBN dalam situasi ketidakpastian global tadi, jadi salah satunya kita memang meminta pada K/L untuk melihat prioritas secara lebih tajam lagi," terangnya kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
Jika situasi global mulai membaik, dia memastikan, ada kemungkinan program-program K/L tersebut seluruhnya dapat dilaksanakan.
"Dan kalau seandainya situasi membaik seperti yang kita lihat, ya bisa akan jalan semuanya," ujarnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengungkapkan, sebenarnya dana yang ''dibintangi' Kemenkeu itu tidak terlalu besar, hanya 5% saja.
"Itu nggak lebih dari 5%, jadi itu nggak terlalu besar," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Sri Mulyani Ungkap Ada 'Monster' yang Ganggu Ekonomi RI!
(haa/haa)