Kirim Surat ke Pemerintah, Freeport Terbebas Larangan Ekspor?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah pada Juni 2023 ini resmi akan melarang kegiatan ekspor mineral mentah, khususnya jenis bijih bauksit dan juga konsentrat tembaga. Pelaksanaan pelarangan ekspor itu sebagai penekanan dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Dalam UU Minerba itu disebutkan bahwa, tiga tahun setelah terbitnya UU Minerba, perusahaan wajib membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.
Nah salah satu perusahaan yang akan terkena dampak pelarangan ekspor ini adalah PT Freeport Indonesia (PTFI). Di mana, perusahaan tersebut baru bisa menuntaskan pembangunan smelter di JIIPE, Gresik, Jawa Timur pada tahun 2024.
Lalu apakah Freeport akan terkena larangan ekspor? Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) mengatakan, bahwa Freeport sudah mengirim surat dan menyatakan tidak bisa menyelesaikan smelter pada Juni 2023.
"Sudah dalam pertimbangan dan pengkajian, sejak pandemi itu dampak dari semua kendala itu kita juga. Laporan juga sudah ke pimpinan, sudah dapat info utuh," terang Ridwan dalam Konfrensi Pers, Selasa (31/1/2023).
Yang pasti, kata Ridwan, pihaknya akan mengutamakan azas manfaat yang bisa menjadi pegangan. "Kita harap segala sesuatu manfaat sebesar besarnya. makanya kita tunggu jawaban para pimpinan," tandas Ridwan.
Pada siang tadi, Selasa (31/1/2023), Presiden Joko Widodo mengadakan rapat internal dengan beberapa menterinya, membahas perpanjangan kontrak beberapa perusahaan tambang dan Migas di Istana Kepresidenan.
Hal ini diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. "Tadi kami rapat membahas beberapa hal terkait dengan perpanjangan kontrak-kontrak raya yang harus diperhitungkan kembali. Seperti BP (British Petroleum), kemudian Vale, juga kelanjutan Freeport," kata Bahlil usai rapat, Selasa (31/1/2023).
Namun Bahlil menegaskan semuanya masih dalam tahap diskusi maupun kajian dari pemerintah, dan ini merupakan respon cepat pemerintah akan kebutuhan investor. Hanya salah satu yang sudah mendapatkan lampu hijau adalah perpanjangan kontrak Birtish Petroleum.
"Masih dalam tahap diskusi karena kita harus mengkaji semuanya. Karena investasi di bidang minyak maupun di bidang pertambangan itu kan ndak bisa dua tahun udah mau putus atau 3 tahun baru kita putuskan. Eksplorasi memakan waktu 10-15 tahun dan itu investasinya harus dilakukan sekarang," kata Bahlil.
"Teknisnya nanti disampaikan menteri ESDM. Waktunya ya. Sesuai undang undang saja," tambahnya.
Selain itu, Bahlil mengungkapkan arahan dari Presiden Jokowi supaya perpanjangan kontrak ini melalui mekanisme hukum yang baik, memperhitungkan ekonomi denhan baik, hingga berdampak pada kepentingan negara dan rakyat.
(pgr/pgr)