Momok Seram di RI Diramal Lebih Tinggi dari ASEAN, Ada Apa?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
24 January 2023 13:00
penyebab Inflasi Juli 2018
Foto: aristya rahadian krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju inflasi yang selalu digambarkan sebagai 'momok seram' di tanah air, diperkirakan pada tahun ini akan mencapai 4,6% (year on year/yoy).

Lembaga riset Asean+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) mengungkapkan, perkiraan inflasi Indonesia yang mencapai 4,6% pada 2023 tersebut, lebih tinggi dari perkiraan inflasi ASEAN+3 yang hanya mencapai 4,5% pada tahun ini.

Kendati demikian, AMRO tidak merinci apa yang yang membuat inflasi Indonesia pada tahun ini, lebih tinggi dari laju inflasi ASEAN+3.

Adapun proyeksi inflasi AMRO untuk inflasi Indonesia pada tahun ini yang mencapai 4,6% (yoy), lebih rendah dari realisasi inflasi Indonesia pada 2022 yang mencapai 5,51% (yoy).

Dalam laporan terbarunya edisi Januari 2023, AMRO menjelaskan, inflasi kawasan ASEAN+3 diperkirakan akan lebih moderat pada tahun ini, atau melambat dari perkiraan inflasi ASEAN+3 yang mencapai 6,3% pada 2022.

"Inflasi yang akan moderat pada 2023, lebih rendah dari 6% pada 2022 karena harga energi dan pangan global turun," jelas AMRO, dikutip Selasa (24/1/2023).

Adapun perkiraan inflasi ASEAN+3 yang diperkirakan mencapai 4,5% pada tahun ini, masih sangat tergantung dari berbagai perkembangan ekonomi global yang akan terjadi ke depannya.

Menurut AMRO harga energi global diperkirakan bisa melonjak lagi. Hal ini tak lepas dari adanya sanksi baru atas ekspor minyak dari Rusia, yang dapat menyebabkan kekurangan pasokan sementara dan memicu lonjakan harga energi global.

Perluasan sanksi untuk memasukkan produk minyak lainnya, dipastikan akan mengganggu pasokan produk bahan bakar seperti solar.

"Kenaikan harga energi dan gangguan besar pada rantai pasokan energi/minyak olahan global akan berisiko memicu inflasi dan menurunkan konsumsi swasta dan pertumbuhan di kawasan ini (ASEAN+3)," jelas AMRO.

Selain itu, inflasi ASEAN+3 juga sangat tergantung dari pemulihan ekonomi di China. Pemulihan ekonomi China bisa lebih lambat dari yang diharapkan.

Potensi pertumbuhan ekonomi di China yang lebih lambat, dengan menengok pengalaman China dalam mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 tiga tahun silam.

Kembalinya langkah-langkah penahanan yang ketat berpotensi menyebabkan gelombang penghentian produksi dan penundaan penanganan pelabuhan di China seperti yang terjadi di Ningbo dan Shanghai tahun lalu.

"Situasi epidemiologis Covid-19 yang memburuk dengan cepat di China dapat membuat pihak berwenang memperketat tindakan penahanan untuk menghindari sistem perawatan kesehatan yang berlebihan," jelas AMRO.

"Berulangnya gangguan rantai pasokan tersebut akan menyempitkan arus perdagangan intra regional dan melemahkan pertumbuhan regional," jelas AMRO lagi.

Inflasi di Amerika Serikat yang mencapai 6,5% (yoy) pada Desember 2022, masih jauh dari target Negeri Paman Sam yang menginginkan inflasi pada kisaran 2%.

Dalam menekan angka inflasi, Bank Sentral AS atau The Fed masih berpotensi untuk menaikan suku bunga acuan untuk menurunkannya.

Biaya pinjaman yang tinggi dan kondisi keuangan yang lebih ketat, dapat memicu perlambatan ekonomi AS yang lebih tajam dari perkiraan.

Kawasan ASEAN+3 akan terkena dampak melalui permintaan eksternal yang lebih lemah dan kondisi keuangan yang lebih ketat.

"Perwujudan dari risiko ini, bersamaan dengan pemulihan yang lebih lambat dari yang diantisipasi di China. Sehingga akan menjadi pukulan ganda bagi prospek pertumbuhan kawasan ini," jelas AMRO.

Laju inflasi kawasan ASEAN+3 juga sangat tergantung dari varian Covid-19 yang dapat muncul dalam tingkat yang lebih ganas.

Jika varian baru itu muncul, ekonomi regional kemungkinan akan menerapkan kembali beberapa tindakan penahanan, yang pasti akan menghambat pemulihan ekonomi kawasan.

Di sisi lain, inflasi kawasan ASEAN+3 juga sangat bergantung kepada persaingan strategis yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan China yang dapat meningkat.

Dalam jangka menengah, ketegangan geopolitik yang meningkat antara Amerika Serikat dan China dapat mengakibatkan fragmentasi lebih lanjut dari sistem perdagangan global.

"Prospek seperti itu akan sangat merugikan, terutama bagi ekonomi terbuka yang bergantung pada perdagangan di kawasan ini," jelas AMRO.

Untuk diketahui, negara ASEAN+3 terdiri dari 10 negara Asia Tenggara yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Adapun negara Plus 3 yakni China, Hong Kong, Jepang, dan Korea.


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sah! Indonesia Jadi Ketua ASEAN Mulai 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular