Produksi Migas RI Menciut, Nasib 1 Juta Barel Gimana?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mempunyai cita-cita untuk produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 miliar gas standar kaki kubik per hari (bscfd) pada 2030 mendatang. Namun di sisi lain kondisi produksi migas nasional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan menyampaikan realisasi produksi minyak siap jual atau lifting 2022 yang belum sesuai target sudah sesuai prediksi. Mengingat penurunan produksi secara alamiah terus terjadi.
"Tanpa adanya penemuan lapangan baru yang signifikan dan dilanjutkan dengan pengembangan lapangan baru akan sulit untuk meningkatkan lifting di tahun-tahun yang akan datang. Yang harus dilakukan "massive exploration" agar ada penemuan baru yang besar," ujar Tumbur kepada CNBC Indonesia, Jumat (20/1/2023).
Untuk diketahui, SKK Migas mencatat realisasi minyak mentah siap jual (lifting minyak) pada tahun 2022 tercatat mencapai 612.300 barrel oil per day (bopd) atau lebih rendah dari capaian lifting minyak pada tahun 2021 yang mencapai 660.300 bopd.
Realisasi lifting minyak pada tahun 2022 yang mencapai 612.300 bopd itu juga tidak mencapai target tahun 2022 yang dicanangkan mencapai 703.000 bopd.
Menurut Tumbur, pemerintah juga dapat mendorong pengembangan eksplorasi pencarian cadangan migas non konvensional lainnya berupa shale oil dan shale gas di Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan asalkan ekosistem investasi di hulu migas dapat diperbaiki, baik dari birokrasi maupun legislasi.
"Ekosistem sudah sangat berbeda dibandingkan dengan beberapa dekade sebelumnya. Bisa dilihat dari international player yang ada di Indonesia baik sebagai E&P company ataupun sebagai service company and other supporting company," ujarnya.
Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf sebelumnya mengatakan target produksi minyak dan gas bumi pada 2030 mendatang sudah menjadi strategi nasional. Oleh sebab itu, pihaknya sudah menyiapkan beberapa strategi agar target tersebut dapat terealisasi.
"Ini sudah menjadi strategi nasional. Jangan dianggap ini adalah kegiatan SKK Migas, tetapi ini strategi nasional bagaimana kita mencapai target 2030," kata Nanang dalam Konferensi Pers dikutip, Kamis (19/1/2023).
Lebih lanjut, Nanang merinci untuk mendukung target long term plan (LTP) 2030 tersebut, pihaknya telah menetapkan 4 pilar. Pertama yakni improving existing asset value. "Jadi lapangan-lapangan kita yang 80-90 persen sudah grown field kita masih optimalisasikan dengan berbagai kegiatan untuk tetap bisa mempertahankan produksi," ujar Nanang.
Pilar kedua yakni dengan mengubah sumber daya menjadi produksi. Beberapa diantaranya seperti mereview terhadap kegiatan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hingga proses penyusunan Plan of Development (POD) atau Proposal Pengembangan lapangan migas. "Nantinya bakal jadi cikal bakal, jadi transformasi dari resource ke produksi," ujarnya.
Pilar ketiga yakni dengan implementasi teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang berpotensi memperpanjang umur produksi lapangan. "Nah itu yang kita sebut dengan EOR. Pengertian EOR ini adalah implementasi menggunakan chemcihal," kata dia.
Pilar keempat yakni melakukan kegiatan eksplorasi. Adapun dari kegiatan ini diharapkan akan mendapatkan penemuan cadangan migas yang signifikan. "Atau harapan kita mendapatkan giants discovery. Nah ini 4 pilar ini fundamental kita dalam membuat long term planning di industri hulu migas kita," kata dia.
(pgr/pgr)