
Proyek Migas Raksasa Kebanggaan Jokowi Mundur, Ini Pemicunya

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah proyek hulu migas kebanggaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) mengalami kemunduran jadwal operasi.
Beberapa di antaranya seperti proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur, proyek gas Lapangan Abadi, Blok Masela di Maluku, dan Train 3 Kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan menilai mundurnya proyek migas yang masuk dalam PSN terjadi karena adanya beberapa faktor, baik internal maupun eksternal.
"Yang menjadi concern sekarang ini net zero emissions. Pada umumnya big oil companies melakukan restructuring portfolio mereka untuk mencapai target net zero," kata Tumbur kepada CNBC Indonesia, Jumat (20/1/2023).
Selain itu, ketidakpastian dari kondisi ekonomi global akibat pandemi Covid-19 dan perang berkepanjangan juga menjadi faktor lainnya. Dengan demikian, dampak dari hal tersebut memengaruhi harga komoditas dan keekonomian dari proyek-proyek migas tersebut.
"The project will be onstream pada waktunya dan memang sulit untuk diprediksi kapan akan onstream. Indonesia juga akan ada pemilihan 2024 (pertama kali serentak semua) juga menjadi consideration karena akan ada pemimpin baru," katanya.
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, mundurnya jadwal produksi di proyek-proyek "raksasa" tersebut karena adanya beberapa faktor, seperti pandemi Covid-19, dan juga adanya proses peralihan Hak Partisipasi atau Participating Interest (PI) oleh operator sebelumnya.
Untuk Blok Masela, semula direncanakan dapat beroperasi pada 2027, namun kini diperkirakan mundur menjadi 2029. Selain menanti divestasi saham Shell di Blok Masela sebesar 35%, pandemi Covid 19 juga disebut telah membuat proyek ini terkatung-katung.
"Mengenai target onstream, kita mengacu pada waktu yang hilang saja karena pandemi kita itu tidak ada aktivitas di sana dan kita akan mengejar bahwa itu akan menjadi perkiraan sambil menunggu nanti review POD bahwa kira-kira 2 tahun pembangunannya terjadi pergeseran," jelas Dwi dalam Konferensi Pers, dikutip Kamis (19/1/2023).
Selanjutnya proyek IDD, semula proyek ini ditargetkan dapat berproduksi mulai tahun 2025, kemudian kini diperkirakan molor menjadi 2028. Mundurnya jadwal operasi proyek IDD ini disebutkan karena perusahaan asal Amerika Serikat (AS), yakni Chevron sebagai operator proyek tersebut memutuskan untuk hengkang dari proyek gas laut dalam ini.
Meski demikian, proses pencarian operator pengganti Chevron sudah mulai sedikit menemui titik terang. Dengan begitu, pengajuan revisi rencana pengembangan POD untuk proyek ini diharapkan dapat tuntas pada kuartal III tahun ini.
Ia pun berharap pada kuartal I tahun ini proses pengambilalihan saham proyek IDD dari Chevron ke pengelola baru dapat segera terlaksana. Meski begitu, Dwi tidak membeberkan secara pasti siapa pengganti Chevron di proyek IDD ini.
"Bukan hanya harapan saja tapi sudah sepakat, baik dari Chevron sendiri dan calonnya sudah sepakat, jadi kuartal I ini sudah bisa diselesaikan dan sudah bisa diperoleh. Saat ini sudah proses due diligence, minggu depan masih ada beberapa data yang diungkap oleh Chevron dan meyakinkan lagi untuk SKK perihal aset IDD," kata dia.
Sementara itu, untuk proyek Train 3 Kilang LNG Tangguh sudah berkali-kali mengalami kemunduran jadwal operasi. Mulanya, proyek yang dikelola BP Tangguh ini ditargetkan bisa berjalan pada 2020-2021. Namun, lagi-lagi pandemi Covid-19 disebutkan menjadi salah satu penyebab tertundanya penyelesaian proyek ini.
"Rencana onstream Q1 2023," ucapnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Habis di 2035, Kok BP Buru-Buru Minta Kontrak Diperpanjang?
