CNBC Insight
Kala 'Sang Naga' Berambisi di Harta Karun Laut China Selatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam seminggu terakhir terlihat kapal penjaga pantai China, CCG 5901, wara-wiri di sekitar Natuna, dekat Laut Cina Selatan (LCS). TNI Angkatan Laut lantas mengerahkan kapal perang ke Laut Natuna Utara setelah melihat peningkatan aktivitas kapal patroli 'monster' China di kawasan yang penuh dengan sumber daya di kawasan maritim itu.
Peningkatan aktivitas China di LCS memang tidak mengherankan. Negeri Tirai Bambu ini memang mengklaim sepihak seluruh, bukan sebagian, LCS.
Klaim ini berawal dari konsep nine-dash line atau sembilan garis putus-putus yang dibuat Beijing. Garis-garis imajiner ini dibuat berdasarkan catatan sejarah berdasarkan dokumen China, yang tidak diketahui kebenarannya, dan jelas ketinggalan zaman.
Mengutip tulisan Bec Strating "China's nine-dash line Proves Stranger than Fiction" di lembaga think-thank Lowyinstitute, China memaparkan konsep ini pada 1993 dan langsung mengklaim kepemilikan 3 juta km2 di LCS atau 90% dari seluruh lautan. Jelas hal ini melanggar aturan internasional, salah satunya United Nations Convention on the Law of the Sea tahun 1982 (UNCLOS).
Ambisi China ini disikapi serius karena dianggap sebagai ancaman kedaulatan oleh negara sekitarnya, seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, termasuk Indonesia. Mereka jelas tidak senang atas tingkah laku China yang mondar-mandir dan malah mengklaim beberapa kepulauan di LCS.
Dalam kasus Kepulauan Spratly, misalkan. Cina harus berhadapan dengan Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Sementara dengan Indonesia, terjadi pada Kepulauan Natuna.
Elite politik Beijing seakan tutup mata dan telinga atas permasalahan ini. Jalur diplomasi gagal ditempuh, maka satu-satunya opsi terbaik adalah penguatan angkatan perang. Disinilah masalahnya. Jika berurusan dengan militer, Beijing jelas unggul atas negara-negara Asia Tenggara.
Pada sisi lain, pengerahan angkatan perang menjadi simalakama bagi China karena membuatnya terlibat permasalahan lebih jauh dengan Paman Sam. Dalam "China, the USA and the South China Sea Conflicts" (2003), AS yang punya pangkalan militer di Filipina tidak terima atas agresivitas China dan ingin menghalangi Negeri Tirai Bambu.
Jika persaingan AS-China di LCS berlarut, tidak menutup kemungkinan perang terbuka akan terjadi. Apalagi posisi LCS juga berkaitan dengan Taiwan yang juga konflik dengan China.
Lalu, mengapa LCS begitu menarik hingga diperebutkan banyak negara?
Jawabannya karena harta karun. LCS adalah jalur terpenting di dunia. Ada nilai ekonomis, politis, dan strategis di sana.
Menurut United Nations Conference on Trade and Development, perdagangan global senilai US$ 3,37 triliun, atau 21% dari seluruh perdagangan global, melewati LCS pada 2016. Bahkan sekitar 2030, diperkirakan hampir 100% minyak bumi dari negara Arab melewati LCS.
Menurut US Energy Information Agency (EIA), LCS juga kaya sumber daya alam. Diperkirakan ada 11 miliar barel minyak mentah dan 190 triliun kubik gas yang belum dieksplorasi.
Fakta ini jelas membuat siapapun tergiur. Tak heran kalau Vietnam, Filipina, Malaysia, Cina, dan Indonesia berada di paling depan untuk menjaga teritorinya di LCS. Alhasil, Laut China Selatan pun menjadi salah satu wilayah sengketa, dan berpeluang menjadi tempat baru konflik terbuka.
[Gambas:Video CNBC]
Tetangga Dekat RI Ini 'Ngamuk' ke China, Ada Apa?
(mfa/sef)