Akhirnya! BI Buka Suara Soal Dolar Eksportir
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Desember mengalami surplus untuk ke-32 kali sejak 2021.
Selama 32 bulan beruntun, nilai ekspor menyentuh US$ 632,9 miliar atau sekitar Rp 9.540 triliun. BPS mencatat Indonesia membukukan surplus sejak Mei 2020 hingga November 2022. Sepanjang 2022, Indonesia sukses membukukan ekspor senilai US$ 291,98 miliar pada 2022.
Ini adalah nilai ekspor tertinggi dalam sejarah. Ironisnya, cadangan devisa (cadev) justru menurun US$ 7,7 miliar pada tahun lalu, dibandingkan posisi US$ 144,91 miliar pada Desember 2021. Ternyata Bank Indonesia (BI) telah mencium kejanggalan ini sejak akhir tahun lalu.
Deputi Gubernur Seniot Destry Damayanti mengakui bahwa sejak awal Desember BI sudah terus juga koordinasi dengan pemerintah. Saat itu, BI merasa ada kekhawatiran karena kalau ekspor 2022 cukup tinggi yakni US$ 291 miliar dan surplus neraca perdagangannya mencapai US$ 55 miliar.
"Saat itu ada rasa kenapa ya dana itu gak masuk di perbankan kita. Ternyata ada periode di mana dolar lagi menguat semua negara itu membutuhkan dolar sehingga terjadi persaingan suku bunga antara negara. Bukan hanya antar bank tapi antar negara," ujarnya.
BI mempunyai tanggung jawab atas hal ini karena salah satu mandat BI adalah menjaga stabilitas nilai tukar dan salah satu syaratnya adalah dengan memiliki pasokan dolar yang mencukupi.
Menyikapi hal ini, BI membuat instrumen baru, yakni operasi moneter valas dengan menawarkan instrumen tenor 1 dan 3 bulan. Namun, instrumen ini akan terus diperluas ke depannya sejalan pengaturan DHE yang baru.
Bahkan, BI telah mengidentifikasi sebanyak 200 perusahaan yang memiliki devisa hasil ekspor (DHE) terbesar di Tanah Air.
"Hampir 200 perusahaan yang punya potensi hasil ekspor sumber daya alam cukup besar yang butuh tempat placement dana mereka," kata Destry.
Saat ini, pemerintah tengah merevisi PP 1/2019 guna memastikan DHE tersebut berkontribusi terhadap kesejahteraan rakyat. Perubahan ini dilakukan guna mengatur ulang lalu lintas DHE yang selama ini banyak diparkirkan di luar negeri.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat mengungkapkan bahwa ternyata revisi PP tersebut merupakan hasil permintaan dari Bank Indonesia (BI). Pasalnya, saat ini BI ditugaskan untuk tidak hanya mencatat DHE, namun juga turut membawanya ke dalam negeri.
"Dan memang ada permintaan BI PP 1 nya terkait dengan devisa ini direvisi. Nah kami sedang mempersiapkan untuk itu," ungkap Airlangga kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (18/10/2023).
Meski revisi belum selesai, BI mengungkapkan telah mengeluarkan aturan terbaru mengenai devisa hasil ekspor (DHE). Aturan ini akan berlaku pada Februari 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan pada 20 Desember, pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia tentang instrumen operasi moneter valas terbaru.
Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/18/PBI/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.
Instrumen operasi moneter valas tersebut berupa term deposit valas DHE mengacu pada mekanisme pasar, disertai pemberian insentif kepada bank dengan kewajiban untuk memberikan suku bunga yang kompetitif bagi nasabah eksportir.
(haa/haa)