
Ramai Dikeruk, Bagaimana Cara Perpanjang Umur Tambang Nikel?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia bercita-cita menjadi "raja baterai" kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di dunia. Hal ini seiring dengan keberadan "harta karun" dalam bentuk nikel yang melimpah di Indonesia.
Seperti diketahui, nikel merupakan salah satu bahan yang diperlukan dalam pembuatan baterai EV. Selain tembaga, nikel berperan penting dalam produksi baterai kendaraan listrik.
Namun ternyata, cadangan nikel di Indonesia juga bisa habis dalam jangka waktu yang panjang. Lantas bagaimana cara memperpanjang umur tambang nikel tersebut?
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Rizal Kasli menilai, Indonesia semakin agresif dalam menambang komoditas nikel. Namun, dengan agresifnya penambangan nikel untuk mendukung hilirisasi di Indonesia, diproyeksikan dalam jangka panjang, cadangan nikel di Indonesia juga bisa semakin menipis.
Rizal mengatakan, pemerintah perlu mendorong upaya dalam memperpanjang umur pertambangan nikel. Hal tersebut bisa dilakukan dengan kegiatan eksplorasi dalam menemukan lokasi cadangan nikel lainnya di Indonesia.
Selain itu, Rizal juga menyarankan agar pemerintah bisa mengkonversi sumber daya nikel menjadi cadangan di Indonesia.
"Kita harus melakukan kegiatan eksplorasi yang lebih agresif baik untuk mendapatkan cadangan baru, lokasi baru maupun untuk mengkonversi sumber daya menjadi cadangan. Ini salah satu yang bisa kita lakukan untuk memperpanjang umur tambang," ujar Rizal kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Kamis (19/1/2023).
Adapun, Rizal juga menyarankan agar pemerintah segera menerbitkan moratorium pembangunan pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Indonesia. Hal tersebut menimbang Indonesia yang semakin masif dalam hilirisasi nikel namun tidak dibatasi penambangannya.
Dalam jangka panjang, cadangan nikel di Indonesia tidak bisa mencukupi kebutuhan hilirisasi dalam negeri lagi. Dia mengatakan kebutuhan bijih nikel dalam setahun bisa mencapai 400 juta ton. Rizal menyebutkan, pemerintah sudah saatnya melakukan moratorium untuk pembangunan smelter dengan teknologi fero metalurgi yang berbasis energi terbarukan.
"Memang sudah saatnya kita melakukan moratorium untuk pembangunan smelter dengan teknologi fero metalurgi. Apakah itu yang berbasis energi dari fosil fuel atau dari sumber energi yang terbarukan. Karena memang cadangannya tidak mencukupi untuk jangka panjang," tuturnya.
Selain itu, permasalahan kelestarian lingkungan juga perlu menjadi pertimbangan pemerintah. Rizal mengatakan semakin masifnya pembangunan smelter di dalam negeri dikhawatirkan bisa merusak lingkungan. Dia klaim sudah ada kerusakan lingkungan akibat operasi smelter nikel yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.
"Dengan masifnya smelter nikel di Indonesia yang harus dikhawatirkan adalah masalah lingkungan. Kalau kita terlalu berambisi kemudian mengeruk bijih nikel secara masif untuk memenuhi kebutuhan nikel yang cukup banyak, ini saya khawatir kita akan juga mengabaikan kelestarian lingkungan dan ini sudah terjadi di beberapa daerah," tegasnya.
Dia juga khawatir bahwa cadangan bijih nikel di Indonesia terbukti sebesar 1,18 miliar ton. Sehingga, Rizal menilai hal tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah untuk segera melakukan moratorium pembangunan smelter nikel.
Asal tahu saja, nikel dan tembaga dapat dimanfaatkan kegunaannya sebagai bahan pelengkap baterai EV. Dengan sumber kekayaan nikel yang ada, Indonesia bisa menggapai cita-citanya menjadi 'raja baterai' EV dunia.
Untuk mendorong cita-cita itu, Indonesia sejatinya sudah memanfaatkan nikel untuk membangun ekosistem EV.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bikin Heboh Pabrik Nikel di Morowali Meledak, Ini Kata ESDM..