
IMF & Bank Dunia Warning Ekonomi RI, Pak Jokowi Mohon Dengar!

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2023 diprediksi sebagai tahun yang sulit, di mana dunia masih akan menghadapi 'The Perfect Storm'. Atas hal itu Indonesia diminta untuk waspada dalam menghadapi kemungkinan risiko yang terjadi.
Asal tahu saja, The Perfect Storm merupakan serangan atau badai ekonomi yang berasal dari berbagai sisi, baik itu inflasi dan suku bunga bank sentral yang tinggi, resesi ekonomi, dan tensi geopolitik.
Inflasi yang tinggi tentu membuat daya beli masyarakat akan tertahan. Pertumbuhan ekonomi dunia yang sebagian besar ditopang oleh konsumsi masyarakat, pada akhirnya akan mengalami kontraksi. Dan memicu resesi ekonomi hingga stagflasi.
Oleh karena itu, Indonesia harus bersiap diri dalam menghadapi gejolak perekonomian ke depan. Mengingat konsumsi masyarakat adalah penyumbang 56% sampai 57% pertumbuhan ekonomi nasional
Hal tersebut di atas kompak diperingatkan oleh empat lembaga internasional, yakni International Monetary Fund (IMF), World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Keempatnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 secara tahunan (year-on-year/yoy) diperkirakan pada rentang 4,7% hingga 5%. Proyeksi ini berada di bawah target pemerintah sebesar 5,3%. Namun, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 4,5%-5,3%.
Kendati demikian, proyeksi pertumbuhan pada rentang 5% tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju lainnya, seperti Amerika Serikat yang diperkirakan 1,6% pada 2022 dan turun menjadi 1% pada 2023.
Adapun, IMF mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.
Kemudian, World Bank atau Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023, dari 5,1% (yoy) menjadi 4,8% (yoy).
Rilis Bank Dunia edisi Desember 2022 memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,2% pada 2022, kemudian sedikit melambat menjadi 4,8% pada 2023, kemudian 4,9% pada 2024, dan naik menjadi 5% pada 2025.
"Dengan pertumbuhan yang diharapkan dapat dipertahankan rata-rata sebesar 4,9% dalam jangka menengah (2023-2025)," ujar Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen dalam siaran resminya yang dirilis pertengahan Desember 2022, dikutip Minggu (8/1/2023).
Lebih lanjut, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2023 akan tumbuh sebesar 4,8% (yoy), lebih rendah dari perkiraan awal yang sebesar 5%.
Mengutip laporan Asian Development Outlook edisi Desember 2022, laju ekonomi Indonesia pada 2022 mampu terjaga pada kisaran 5,4% (yoy) di tengah volatilitas ekonomi global.
Kendati demikian, pelemahan yang terjadi di negara-negara maju, membuat ADB memproyeksikan pertumbuhan di tanah air akan melambat. "PDB riil tumbuh tinggi mencapai 5,7% pada kuartal III-2022. Namun, hambatan-hambatan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi 2023 menjadi sebesar 4,8%," tulis ADB dalam laporannya.
Sementara itu, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam publikasi OECD Economic Outlook memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7% pada 2023, turun dari proyeksi awal yang sebesar 4,8%.
Proyeksi penurunan pertumbuhan OECD tersebut diperkirakan karena, adanya permintaan domestik dan pertumbuhan konsumsi di sektor swasta yang tertahan di tengah inflasi yang masih akan tinggi.
Selain bayangan inflasi, perekonomian domestik tahun depan juga masih dibayangi persoalan global terkait energi, pupuk dan pangan.
Munculnya dinamika politik menjelang Pemilihan Presiden pada 2024 juga akan mulai terasa pada tahun depan.
OECD juga menilai ada sejumlah risiko yang bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
"Kebijakan moneter harus tetap ketat, sementara dukungan untuk rumah tangga rentan harus tetap terjaga," jelas OECD.
Ramalan-ramalan dari lembaga internasional ini tidak bisa dianggap angin lalu. Pasalnya, ramalan ini disertai peringatan yang telah digaungkan berulang kali.
Selain itu, kondisi perang di Ukraina dan pengetatan suku bunga di negara maju belum juga reda. Ditambah, negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia, China mulai 'batuk-batuk'.
IMF pun mengatakan bahwa sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam sebuah wawancara dengan CBS beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan tahun 2023 akan menjadi tahun yang sulit bagi perekonomian global karena mesin utama pertumbuhan global - Amerika Serikat, Eropa, dan China - semuanya mengalami pelemahan.
"Kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi. Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," kata Georgieva.
