Sri Mulyani Ungkap Penyebab Rupiah Anjlok Sepanjang 2022!
Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak ekonomi global membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan sepanjang tahun 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dunia 2022 adalah tahun yang brutal, hampir negara di seluruh dunia mengalami kehilangan valuasi, terutama dari AS yang mencapai US$ 30 triliun, terburuk sejak 2008.
IHSG dan kapitalisasi pasar menggambarkan Indonesia dalam tren resiliensi yang baik, patut disyukuri dan harus dijaga.
"Selama turbulensi suku bunga naik, penguatan dolar, capital outflow dan depresiasi rupiah, Indonesia masih menunjukkan confidence dari perusahaan yang IPO," jelas Sri Mulyani dalam konferensi APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
Sepanjang 2022, sebanyak 65 emiten baru yang masuk dan menghimpun dananya mencapai Rp 33 triliun. Hal ini dinilai Sri Mulyani bagus di tengah dunia yang masih bergejolak, yang menghapus gain dari valuasi di capital market.
"Selama 2022 mencapai Rp 270 triliun dana dari capital market untuk IPO, right issue, penerbitan obligasi, maupun sukuk - baik dari korporasi dan negara," kata Sri Mulyani melanjutkan.
Di sisi lain, dengan melihat pergerakan inflasi di AS, ada harapan kebijakan moneter AS akan mereda juga menimbulkan sentimen yang relatif positif.
Pergerakan suku bunga menimbulkan gejolak dari index volatilitas pasar saham (VIX) setiap AS mengumumkan atau menyampaikan kebijakannya, direspon volatilitas di pasar saham dan obligasi.
"Kenaikan drastis pada pertengahan tahun 2022, bergejolak di bonds, exchange rate, market melonjak besar. Tahun 2022 bukan tahun baik-baik saja," jelas Sri Mulyani.
"(Tahun 2022) penuh gejolak; komoditas, harga saham, harga obligasi, nilai tukar mengalami gejolak simultan," ujarnya lagi.
Hal itu pun yang membuat depresiasi nilai tukar tak terhindari pada sepanjang tahun 2022. Namun Indonesia tak sendirian, banyak nilai tukar negara lain yang juga mengalami depresiasi.
Kementerian mencatat, kinerja kurs rupiah masih terjaga baik, secara year to date terdepresiasi atau -9,1%, dibandingkan dengan beberapa negara emerging market seperti India, Filipina, dan Turki.
"Nilai tukar Indonesia relatif lebih moderat atau setara dengan banyak negara," ujar Sri Mulyani.
(cap/cap)