
Terungkap! Ini Alasan RI 'Raja Rempah' Impor Cengkeh Rp 3 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dijuluki sebagai 'raja rempah-rempah', tapi kini tercatat mengimpor cengkeh lebih banyak daripada ekspornya. Lantas, apa alasan yang mendasari fenomena tersebut?
Indonesia diberkahi dengan segudang 'harta karun', salah satunya dari komoditas rempah-rempah. Adapun, terdapat tujuh jenis rempah-rempah yang menjadi kekayaan Indonesia, diantaranya lada, kayu manis, pala, vanila, cengkeh, kunyit, dan jahe.
Salah satu rempah-rempah yang sempat menjadi primadona di dalam negeri yakni Syzygium aromaticum atau dikenal dengan cengkeh. Sejatinya, cengkeh sudah mulai dikenal sejak abad ke-17. Bahkan, cengkeh sempat menjadi rebutan dengan bangsa Eropa sebab memiliki banyak manfaat.
Bunga cengkeh dapat digunakan sebagai bumbu masakan hingga campuran bahan rokok kretek. Tidak hanya bunga, daun cengkeh juga memiliki khasiat untuk kesehatan mulai dari melancarkan pencernaan, mengobati sakit gigi, dan meredakan nyeri.
Sebagai negeri yang agraris, membuat cengkeh tumbuh subur di Indonesia. Bahkan, Indonesia merupakan negara terbesar sebagai penghasil cengkeh di dunia, berdasarkan data dari Food Agriculturan Organization (FAO) pada 2020.
Produksi cengkeh Tanah Air mencapai 133.604 ton, kemudian disusul oleh Madagaskar dengan kapasitas produksi 23.932 ton. Di posisi ketiga terdapat Tanzania yang menghasilkan cengkeh sebanyak 8.602 ton.
Seiring dengan berkembangnya industri rokok kretek pada abad 20, membuat permintaan akan cengkeh naik. Sehingga produksi cengkeh terserap secara maksimal untuk permintaan dalam negeri.
Guna menyeimbangkan persediaan dan permintaan akan cengkeh di dalam negeri, pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk memperbolehkan impor cengkeh.
Pada 2015, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75/M-DAG/PER/9/2015 tentang pencabutan Atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 528/MPP/KEP/7/2002 tentang ketentuan Impor Cengkeh.
Impor tersebut dimaksutkan pula untuk mengisi kekurangan produksi cengkeh pada saat musim kemarau karena jumlah panen akan berkurang.
Cengkeh merupakan tanaman yang memiliki masa tanam yang lama. Masa panen hanya setiap dua hingga tiga tahun sekali. Dengan diberlakukannya impor tersebut diharapkan gagal panen yang terjadi tidak menghambat pertumbuhan industri rokok kretek.
Selain itu, impor cengkeh dinilai memudahkan para pelaku usaha yang ingin bereksperimen terhadap produknya dengan menggunakan cengkeh impor yang hanya didapati di negara tertentu.
Ironinya, julukan Indonesia sebagai 'Negeri Rempah-Rempah' tampaknya hanya menjadi cerita. Sebab, nilai ekspor lebih kecil ketimbang dengan impornya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode Januari - Oktober 2022, nilai ekspor cengkih RI ambles 53,71% menjadi 8,2 juta kg jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021.
Dengan begitu, nilai ekspornya pun berkurang menjadi US$ 48,15 juta atau setara dengan Rp 752 miliar (asumsi kurs Rp 15.620/US$), anjlok 42,05% dari US$ 83 juta pada waktu yang sama tahun lalu.
Sementara, nilai impor cengkeh mencapai US$ 189 juta atau Rp 2,9 triliun, di mana volume impor mencapai 21 juta kg. Indonesia mengimpor cengkeh dari Madagaskar, Tanzania, Comoros, dan Singapura.
Jika impor lebih banyak ketimbang ekspor, tentu kesenjangan antara persediaan dan permintaan akan menyebabkan harga cengkeh pun jatuh. Hal tersebut karena persediaan cengkeh melebihi daya serapannya.
Sejatinya, permasalahan harga cengkeh yang menurun sudah terjadi sejak lama. Melansir laman Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), regulasi terkait impor cengkeh pada 2015 mengundang reaksi dari petani. Pasalnya, regulasi terkait impor cengkeh membuat angka impor kian tak dibatasi dan dapat merugikan petani.
Sekjen APCI Ketut Budiman menjelaskan bahwa impor tak terkontrol membuat harga produksi lokal pun kalah bersaing.
"Sebelumnya, harga cengkeh lokal di kisaran 120-130 ribu rupiah per kilogram (kg). Namun, sejak terbitnya Permendag tahun 2015, harga cengkeh jatuh hingga hanya 90.000 rupiah per kg," tuturnya pada laman APCI pada 2019 silam.
Dengan begitu, pemerintah tampaknya harus lebih memerhatikan industri cengkeh dalam negeri, agar cengkeh dapat menjadi aset yang menguntungkan Indonesia dan kembali berjaya menjadi komoditas primadona Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)