Subsidi KRL Diotak-Atik, Kok Beli Mobil Bakal Disubsidi?

Martya Rizky, CNBC Indonesia
29 December 2022 11:35
Gangguan Kereta Commuterline (Aji Darmadi via CNBC Indonesia)
Foto: Gangguan Kereta Commuterline (Aji Darmadi via CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana memberlakukan tarif non subsidi kepada pengguna jasa Kereta Rel Listrik (KRL) atau penumpang KRL kelas ekonomi menengah atas. Namun, untuk pelaksanaannya masih dalam proses pengkajian.

Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) Tulus Abadi menyebut wacana pembedaan tarif KRL atas dasar status sosial ekonomi penumpang KRL yang tengah digodok pemerintah saat ini merupakan ide yang absurd. Ia menyebut, subsidi pada angkutan umum yang sudah berlaku saat ini merupakan yang paling tepat sasaran.

"Wacana pembedaan tarif KRL atas dasar status sosial ekonomi penumpang KRL ini ide yang absurd. Subsidi untuk angkutan umum, apalagi angkutan umum massal seperti KRL, itu subsidi yang paling tepat sasaran," kata Tulus kepada CNBC Indonesia, Kamis (29/12/2022).

Ia menyinggung subsidi kendaraan listrik, yang rencananya pemerintah akan memberikan subsidi sebesar Rp 80 juta kepada pembeli mobil listrik yang diproduksi di dalam negeri, guna untuk menekan emisi karbon.

Tidak hanya subsidi untuk kendaraan listrik, ia juga menyinggung terkait dengan adanya subsidi pada Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kendaraan motor pribadi. Menurutnya, subsidi yang diberikan pada transportasi umum tak sebanding dengan subsidi besar pada BBM dan kendaraan listrik nantinya.

"Lalu mau disebut apa subsidi Rp 80 juta pada pengguna mobil listrik? Subsidi BBM untuk kendaraan bermotor pribadi mau disebut apa? Seharusnya Kemenhub (Kementerian Perhubungan) berterima kasih kepada masyarakat kelas menengah yang mau meninggalkan mobilnya, atau minimal motornya dan kemudian memilih menggunakan KRL, Transjakarta, dan angkutan umum lainnya," ujar Tulus.

"Yang artinya, mereka telah berkontribusi untuk mengurangi kemacetan, polusi, risiko lakalantas, dan bahkan mengurangi subsidi BBM itu sendiri," lanjutnya.

Menurut dia, subsidi pada angkutan umum massal itu merupakan bentuk dari insentif pada penumpang angkutan umum. "Siapapun penumpang umumnya," lanjut dia.

 Tulus menyebut pembedaan tarif KRL yang tengah digodok pemerintah saat ini dari sisi empiris merupakan satu kemunduran, dan berdasarkan sisi manajemen transportasi publik masal juga dinilai tidak lazim.

"Jadi pembedaan tarif pada penumpang KRL berdasar status sosial, dari sisi empiris adalah satu kemunduran, dan berdasar sisi manajemen transportasi publik masal juga tidak lazim," tuturnya.

"Ini namanya mengatasi masalah dengan masalah," tukas dia.

Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan bahwa nantinya kenaikan tarif tersebut agar subsidi yang lebih tepat sasaran, di mana subsidi Public Service Obligation (PSO) diberikan kepada pengguna jasa KRL yang layak mendapatkan subsidi. Sementara untuk pengguna jasa KRL yang sudah memiliki pendapatan lebih atau kelas ekonomi menengah atas membayar sesuai dengan harga operasi komersial Kereta Api (KA).

"Konsepnya adalah subsidi tepat sasaran, dimana subsidi PSO diberikan kepada kawan-kawan pengguna KRL yang layak mendapat subsidi. Untuk teman-teman yang sudah memiliki pendapatan lebih dapat membayar sesuai harga operasi komersial KA," kata Risal Wasal kepada CNBC Indonesia, Rabu (28/12/2022).

Nantinya, lanjut dia, data yang digunakan untuk proses penyeleksian masyarakat yang layak dan tidak layak mendapat subsidi diperoleh dari L/K terkait. "

"Data ini nantinya kami peroleh dr L/K terkait. Namun, terhadap bagaimana implementasinya sedang kami kaji yang paling tepat," terang Risal.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek Nih! Mobil-Mobil Baru 'Seger' Dirilis di Indonesia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular