
Panas! AS-China Perang 'Harta Karun' Triliunan Dolar di Sini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rivalitas antara Amerika Serikat (AS) dan China memasuki babak baru. Setelah sebelumnya kedua kubu 'panas' di wilayah Asia Pasifik, kali ini Washington dan Beijing panas di Afrika.
Ini karena akses mineral bernilai US$ 24 triliun. Dalam laporan Oil Price, hal itu terjadi di Republik Demokratik Kongo (DRC).
Kongo dikenal sebagai 'Arab Saudi zaman kendaraan listrik' bagi asing. Ini karena menghasilkan sekitar 70% kobalt dunia.
Kobalt sendiri merupakan komponen kunci dalam produksi baterai lithium-ion. Itu bisa menggerakkan ponsel, komputer, dan kendaraan listrik.
Kongo juga merupakan produsen tembaga terbesar di Afrika. Di mana beberapa tambang diperkirakan mengandung kadar di atas 3%, jauh lebih tinggi daripada rata-rata global sebesar 0,6-0,8%.
Bagaimana Persaingan Terjadi?
Ini terlihat dari upaya kedua negara bekerja sama dengan Kongo untuk mendapatkan harta karun guna mengembangkan rantai nilai kendaraaan listrik. Politisi dan rezim yang ada pun dilibatkan.
Awalnya China dekat dengan Kongo. Namun saat ini tidak lagi, di mana penguasa baru dekat dengan AS.
Terbaru, Paman Sam dilaporkan menandatangani kesepakatan dengan Kongo. Kesepakatan juga dibuat dengan Zambia itu, produsen tembaga terbesar keenam dunia dan produsen kobalt terbesar kedua di Afrika.
"Bank Ekspor-Impor AS dan Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional akan menjajaki mekanisme pembiayaan dan dukungan," ujar Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dikutip Rabu, (28/12/2022).
"Badan Pembangunan Internasional AS, departemen perdagangan dan Badan Perdagangan dan Pembangunan AS akan memberikan bantuan teknis," tambahnya.
China Tersingkir?
Sebenarnya, China mendapatkan 60% kebutuhan kobaltnya dari Kongo. Namun, hubungan keduanya memanas saat ini, setelah Kinshasa menghentikan ekspor dari tambang kobalt terbesar kedua dunia setelah perusahaan Beijing, China Molybdenum.
China Molybdenum awalnya membeli saham pengendali dalam tambang itu pada tahun 2016, dari perusahaan AS Freeport-McMoRan. Dilaporkan media yang sama, dengan dorongan AS, tahun lalu, Presiden Kongo Felix Tshisekedi mulai 'menuduh' para pendahulunya menandatangani kontrak yang berat sebelah dengan perusahaan pertambangan China.
Ia pun kini berusaha untuk menegosiasikan ulang mereka. Dalam tanda bipartisan Kongo yang langka, politisi oposisi Adolphe Muzito yang menjadi perdana menteri (PM) pada saat kesepakatan ditandatangani dengan China, juga keluar untuk mendukung negosiasi ulang kesepakatan dengan Beijing.
China sendiri membela kesepakatan itu. Pemerintah Xi Jinping mengatakan telah membangun beberapa proyek di negara Afrika Tengah meskipun ada hambatan.
China mengklaim upayanya telah meningkatkan pendapatan pajak dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Termasuk menyediakan investasi dalam proyek infrastruktur seperti jalan, rumah sakit, dan pembangkit listrik tenaga air.
"Barat telah lama mengkritik China atas pinjamannya ke negara-negara Afrika, yang diklaim dirancang untuk menyita aset Afrika yang ditawarkan sebagai jaminan. Padahal, Negara-negara Afrika saat ini berutang tiga kali lebih banyak kepada institusi Barat dibandingkan dengan Beijing," ujar Direktur Inisiatif Riset China Afrika di Sekolah Studi Internasional Lanjutan Paul H. Nitze, Deborah Bräutigam.
"Ini adalah kebohongan, dan kekuatan. Penelitian kami menunjukkan bahwa bank-bank China bersedia merestrukturisasi persyaratan pinjaman yang ada dan tidak pernah benar-benar menyita aset dari negara mana pun," tambahnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Rusia-Ukraina Minggir, Perang Dagang AS-China Deadline
