Internasional

Bukan China, 'Kiamat' Babi Ancam Jerman

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
27 December 2022 20:40
Peternak babi di Amerika Serikat. (REUTERS/PHIL NOBLE)
Foto: Peternak babi di Amerika Serikat. (REUTERS/PHIL NOBLE)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah babi di Jerman dilaporkan telah menyusut ke rekor terendahnya. Hal ini terjadi saat negara itu mengalami lonjakan biaya energi pasca perang Rusia-Ukraina.

Kantor Statistik Federal Jerman (Destatis) mengakui dalam siaran persnya bahwa kondisi ini disebabkan karena situasi ekonomi yang terus-menerus sulit. Mereka menyebut kenaikan tajam dalam biaya energi, pupuk, dan pakan menjadi pendorong penyusutan hewan ternak itu.

"Jerman mencatatkan 21,3 juta babi pada 3 November, penurunan lebih dari 10% dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan penurunan hampir 20% dibandingkan dengan 2020, membawanya ke titik terendah sepanjang masa," menurut data Destatis yang dikutip CNN International, Selasa (27/12/2022).

"Pada bulan Oktober, bulan terakhir yang datanya tersedia, biaya produksi untuk semua daging melonjak hampir 47% dibandingkan waktu yang sama tahun lalu," tambah data itu.

Jerman juga kehilangan 1.900 peternakan babi tahun ini. Ini mengikuti penurunan jumlah peternakan hingga 1.600 unit antara tahun 2020 dan 2021.

Biaya energi bukan satu-satunya masalah. Wabah virus demam babi Afrika di Jerman timur dikombinasikan dengan penurunan ekspor ke China akibat pembatasan Covid-19 menambah persoalan peternakan hewan pangan itu.

"(Ini) menyebabkan sakit kepala bagi produsen," menurut asosiasi industri daging Jerman.

Data tersebut sendiri dirilis saat Jerman berjuang melawan kenaikan harga energi selama setahun terakhir yang dipicu oleh serangan Rusia ke Ukraina pada akhir Februari.

Banyak produsen di sektor padat energi, termasuk bahan kimia, kaca, dan logam, telah memangkas produksinya. Selain itu, beberapa lainnya memberhentikan staf dan memindahkan sebagian operasi mereka ke luar negeri untuk mengatasinya.

"Sebanyak 2 juta pekerja di Jerman dapat diberhentikan pada musim semi mendatang karena majikan mereka bergulat dengan harga energi yang tinggi dan potensi kekurangan gas," kata Marc Schattenberg, seorang ekonom senior di Deutsche Bank Research, kepada CNN pada bulan Oktober lalu.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ingatkan Jerman, China Sebut Taiwan Lakukan Separatisme

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular