
Ngeri! Begini Nasib Korban Penipuan Atas Nama Bea Cukai

Jakarta, CNBC Indonesia - Korban penipuan menggunakan nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tembus 6.958 kasus hingga November 2022. Ini adalah rekor baru yang dicatat Bea dan Cukai.
Dari kasus ini, para korban buka suara. Hal ini dilakukan mereka agar kasusnya bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat lainnya.
Diantaranya adalah Sandy, korban penipuan asal Bogor. Pria ini menceritakan, penipuan yang dia alami ini terjadi karena tergiur dengan penawaran laptop murah melalui mekanisme lelang di salah satu akun Instagram. Kejadiannya berlangsung pada 2021.
"Karena lihat barang yang saya butuhkan, dengan harga terendah Rp 1 juta, saya iseng. Saya taruh harga iseng Rp 1,5 juta dan alhamdulillah saya terpilih. Langsung saya dihubungi malamnya melalui DM Instagram untuk membayar, saya transfer," kata dia di Direktora Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, Kamis (22/12/2022)
Selang sepekan, barang belum sampai, Sandy malah ditelepon berulang kali oleh nomor tak dikenal. Ia mengaku sebetulnya tak pernah menjawab nomor tak dikenal, namun karena intens ia khawatir ada kebutuhan mendesak dari si penelpon sehingga ia angkat.
Tapi, setelah diangkat yang menghubungi mengaku orang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kantor Wilayah Soekarno-Hatta. Sang penelpon mengatakan bahwa Sandy telah membeli barang ilegal, tak bersurat, sehingga disita dan diancam akan didatangi polisi hingga militer jika tak diurus.
Dia pun diminta dana Rp 3 juta untuk mengurus permasalahan itu. Tapi Sandy mengaku tak langsung mentransfer duitnya, karena ingin mengonfirmasi ke penjual melalui lelang tadi. Akhirnya ia diberitahu si penjual untuk mengikuti arahan yang menelepon sebelumnya karena duitnya akan diganti hingga barang sampai ditangan.
"Dengan iming-iming itu saya transferlah. Selang berapa lama setelah saya konfirmasi transfer, tapi minta lagi Rp 7 juta sekian, dari situ saya sempat mikir kok terus-terusaan minta uang," ujarnya.
Setelah menyadari ada yang janggal ia pun akhirnya mengontak rekannya di Kementerian Keuangan dan diberitahu bahwa tindakan itu penipuan. Akhirnya dia melaporkan kasus ini ke Ditjen Bea Cukai namun dana yang sudah ditransfer belum kembali hingga kini.
Sandy mengaku percaya terhadap omongan para penipu itu karena di Instagram lelangnya ada video testimoni. Kendati begitu, ia baru menyadari bahwa dalam akun lelang itu tidak ada kolom komentar yang dibuka. Tapi karena panik dia mengikuti permintaan penipu.
Korban lainnya yang bercerita Eno, asal Pondok Labu. Wanita itu juga mengalami modus yang serupa, namun ia tertipu karena ingin membeli sepatu dengan harga murah, yakni Rp 600 ribu. Tapi setelah dana di transfer, sang penjual online shop melalui Instagram itu tak kunjung mengirimkan barangnya.
Selang beberapa hari, dia juga dikontak oleh seseorang tak dikenal dan mengabarkan bahwa sepatu yang ia beli dengan modus yang sama. Sepatu yang dibeli ilegal dan diancam akan didatangi petugas bea cukai hingga kepolisian, karena panik ia pun menuruti permintaan penipu.
Dia mengirimkan dana sesuai permintaan Rp 2,5 juta. Lalu disebut barangnya tidak sesuai standar nasional sehingga kena denda lagi Rp 5 juta. Sang penipu memperkuat ancamannya dengan mengirimkan surat-surat berlabel resmi dan foto pejabat yang akan menindak.
"Karena saya panik saya transfer. Enggak lama kemudian dia telepon lagi produk tidak sesuai standar nasional akhirnya dia bilang harus keluarin duit Rp 5 juta. Dia bilang deadline 5 menit. Saya panik," tutur Eno.
Kejadian lebih parah dialami Vien. Awal kejadian sama, wanita asal Jatiwaringin itu ingin membeli koper harga Rp 750 ribu yang ditawarkan di Instagram. Tapi setelah ditransfer, barang tak kunjung datang malah dia dikontak oleh orang tak dikenal yang mengaku petugas Bea dan Cukai.
Eno kena tipu hingga terkuras uangnya sampai Rp 40 juta, dia terus mengikuti permintaan penipu karena panik dengan ancaman ditangkap polisi karena membeli barang ilegal, serta ada jaminan dari penjual uang diganti setelah permasalahannya selesai dan koper dikirim. Namun, ia baru menyadari kasus ini penipuan setelah tidak lagi mampu memenuhi permintaan penipu yang terus menerus meminta duit supaya dia terhindar dari kasus hukum.
"Saya sempat sampai dibantu teman duitnya, ya udah saya dapat dari teman saya transfer lagi karena posisi saya sudah blank, panik, ada rapat lain saya enggak fokus, dia bolak balik telepon," ujar Eno.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana menjelaskan, pola kerja pelaku penipuan ini memang biasanya tersistematis dan mempengaruhi psikologis korbannya dengan ancaman-ancaman dan membatasi waktu pembayaran singkat hingga korbannya tertekan.
"Korban panik tidak berpikir logis. Kemudian meminta pembayaran ke rekening pribadi walau kadang-kadang mencantumkan rekening di bawahnya disebut rekening bea cukai. Padahal pembayaran bea masuk, dan pajak impor biasanya menggunakan kode biling," tutur Hatta.
Hatta menekankan, kejadian ini sebetulnya juga merugikan Ditjen Bea Cukai karena mencemarkan nama baik institusi. Namun, ia menekankan, kasus penipuan ini bisa diproses kepolisian bila mana para korban melaporkannya ke polisi, dan Ditjen Bea Cukai hanya bisa membantu dengan memberi asistensi dalam kasus itu di kepolisian.
"Bea cukai sebagai pihak yang dirugikan berkomitmen memfasilitasi pengaduan korban. Ini kan bea cukai rugi juga sudah melakukan reformasi segala macam tapi ini jadi ada stigma jelek," tutur Hatta.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wah! Modus Tipu-tipu Pakai Nama Bea Cukai Pecah Rekor di 2022