CNBC Insight

Sejak Dulu Pekerjaan Paling Nikmat, PNS Kena 'Pensiun Massal'

Muhammad Fakhriansyah, CNBC Indonesia
21 December 2022 17:25
Cover Insight, PNS
Foto: Cover Insight/ PNS/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada awal tahun 2022 pemerintah memutuskan tidak akan melakukan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Selain itu ada wacana kebijakan pensiun diri atau pengakhiran tugas lebih cepat terhadap PNS aktif.

Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) akan mengatur pensiun dini massal. Sebelum sampai aturan itu dibahas, pemerintah akan mulai mendata jumlah ASN yang bakal berakhir kerjanya sebagai PNS atau PPPK dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.

Dua kebijakan ini tentu dianggap masalah bagi mereka yang ingin menjadi PNS atau para PNS itu sendiri. Sebab, mereka sudah telanjur terbuai dengan keistimewaan yang didapat selama bekerja dengan pemerintah.

Jejak PNS dan Keistimewaanya Keberadaan PNS di Indonesia, sebagai bentuk birokrasi modern, dapat ditarik ratusan tahun ke belakang, tepatnya sejak Daendels berkuasa pada 1808.

Kala itu, Daendels sebagai penguasa pertama tanah Hindia Belanda gerah terhadap birokrasi model VOC yang dinilai gagal total: tidak efektif dan banyak korupsi. Daendels juga dongkol atas permasalahan mendasar lain berupa kekurangan tenaga kerja.

Memang, di struktur birokrasi banyak posisi kosong yang sangat mengganggu jalannya pemerintahan. Jumlah PNS asal Belanda yang aktif tidak dapat mengisi seluruh kekosongan tersebut. Tidak mungkin pula pemerintah merekrut orang asli Belanda untuk jadi PNS di negeri jajahan.

Alasannya karena tidak efisien. Merekrut orang Belanda mengharuskan pemerintah mengeluarkan uang lebih, mulai dari transportasi sampai biaya hidup mereka. Maka, cara terbaik yang dilakukan adalah merekrut pribumi atau warga lokal.

Perlahan, opsi ini disempurnakan oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch sejak berkuasa tahun 1830. Menurut Heather Sutherland dalam Terbentuknya Sebuah Elit Birokrasi (1983), Bosch membagi sistem birokrasi Hindia Belanda menjadi dua kategori dengan tujuan efektivitas jalannya pemerintahan. Tentu kita semua tahu kalau upaya ini hanyalah dalih Belanda untuk eksploitasi.

Pada kategori pertama ada Binnenlandsch Bestuur (BB). Posisi ini diisi oleh orang Belanda yang berpendidikan tinggi atau yang berasal dari keluarga terdidik. Lalu, kedua adalah Inlandsch Bestuur (IB).

Sesuai namanya, IB diisi oleh pegawai-pegawai dari kalangan pribumi. Biasanya mereka merekrut pribumi terdidik yang sudah mengenyam bangku sekolah. Atau bisa juga mendidik mereka yang tidak terdidik lewat pendidikan. Khusus langkah ini baru dilakukan pada tahun 1900-an ketika mereka mendirikan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA).

Menurut Nasution dalam Sejarah Pendidikan Indonesia (1995), OSVIA khusus difungsikan sebagai sekolah calon PNS, yang setelah lulus langsung dipekerjakan di bawah pemerintah Hinda Belanda. Sekolah ini sekarang dikenal sebagai Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

Perekrutan ini tentu diiming-imingi pula oleh berbagai keistimewaan. Bagi yang memilih jadi PNS, tentu mereka akan naik tingkat dan tidak lagi dipandang rendah. Mengacu pada buku Hindia Belanda 1930 (2018) karya J.S Stroomberg, mereka kelak tak lagi setara dengan pribumi lain yang berada di posisi terendah dalam stratifikasi sosial pada masa kolonial.

Sedangkan yang tidak kalah penting: gaji. Pemerintah berani memberikan gaji tinggi dan tetap, serta menawarkan jenjang karier yang jelas kepada penduduk lokal. Tentu, siapapun yang mendapat tawaran ini jelas akan terbuai karena dapat terlepas dari kesengsaraan.

Keistimewaan yang didapat membuat jumlah orang pribumi di sistem birokrasi kolonial perlahan terus bertambah. Robert van Niel dalam Munculnya Elit Modern Indonesia (2009) mencatat kalau perbandingan antara pegawai kulit putih dengan pegawai pribumi di pemerintahan adalah 1: 10. Meski lebih banyak, orang pribumi tetap saja berkedudukan di bawah orang Eropa. Mereka pun sebetulnya hanya jadi alat pemerintah kolonial saja, sebab lambat laun diketahui kalau gaji mereka pun tergolong kecil dibanding para elit.

Setelah Indonesia merdeka dan mulai menyusun kembali sistem birokrasi negara, aspek keuntungan menjadi PNS mengakar dan tertanam di dalam benak masyarakat. Karenanya, semua berbondong-bondong mengikuti ujian PNS dan menjadikannya sebagai profesi idaman, tapi zaman berubah. Kini, profesi PNS di Indonesia bakal menghadapi perubahan signifikan, bila jumlah PNS dibatasi dan mereka 'dipaksa' pensiun.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PNS Memang Idaman, Intip Antre Mengular CPNS China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular