Ekspor RI Melambat, Pemerintah Incar 4 Pasar Baru Ini

Anisa Sopiah, CNBC Indonesia
Jumat, 16/12/2022 07:45 WIB
Foto: Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengungkapkan tren perlambatan ekspor yang terjadi saat ini disebabkan oleh turunnya permintaan di pasar tradisional Indonesia. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena tingginya inflasi di banyak negara utamanya di Amerika Serikat dan Eropa.

"Kan semua sudah ada prediksi. Kan sudah diberikan warning bahwa dari sisi eksternal itu kaitannya dengan inflasi, lalu ada impact dari geopolitik yang terus membawa ketidakpastian. Ini kan mengganggu pangan, energi, dan harganya," ungkapnya dalam acara peluncuran 'Indonesia Economic Prospect - December 2022 edition, Trade for Growth and Economic Transformation' di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Selain itu, dia berpandangan inflasi juga otomatis menurunkan daya beli. Saat inflasi melonjak daya beli masyarakat jadi berkurang. Jika daya beli berkurang, maka permintaan akan berkurang juga.


"Impactnya tentu akan terhadap potensi dari menurunnya ekspor kita. Meski semua negara sekarang juga menghadapi situasi hampir sama," jelasnya.

Menurut Kasan, di situasi pelambatan ekonomi global saat ini, Indonesia diuntungkan dengan tingkat keterbukaan perdagangannya yang rendah. Karenanya, Indonesia tidak merasakan dampak yang terlalu besar akibat penurunan permintaan di pasar tradisional.

"Tapi jangan lupa, report World Bank tadi kan menyatakan trade openness kita itu stagnan, tidak sebesar negara-negara ASEAN. Saya juga setuju angkanya memang tidak sampai 50%, hanya 20 hingga 30%," ungkap Kasan.

Jika perdagangannya sangat terbuka, kemudian ada penurunan di pasar global, otomatis Indonesia akan terkena dampaknya. Setiap guncangan eksternal, kata Kasan, akan cukup besar dampaknya ke negara yang trade opennessnya itu besar.

"Jadi kayak Singapura Thailand Malaysia Vietnam. Semua mereka trade opennessnya di atas 50%. Otomatis kalau gangguan di luar terjadi, mereka akan merasakan dampak yang jauh lebih besar," jelasnya.

Dalam hal ini, Kasan melihat Indonesia termasuk beruntung. Namun, kondisi ini bukan berarti membuat Indonesia tinggal diam. Dia menegaskan Indonesia tetap mencari pasar baru di tengah kondisi sulit saat ini.

"Dalam hal ini kita tahu ini ada inflasi tinggi, mengarah ke krisis, demand berkurang, tapi ada negara-negara yang di luar yang negara tradisional ini kan potensinya masih ada. Makanya kita diversifikasi (pasar ekspor) ke negara yang tidak mengalami krisis seperti krisis di Eropa dan Amerika Serikat," tambahnya.

Oleh karena itu, dia mengatakan pemerintah tengah menjajaki pasar baru (pasar non tradisional) ke negara yang saat ini mengalami pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dilakukan untuk mengisi penurunan permintaan dari pasar tradisional.

"Kayak India sekarang kan ekonominya tumbuh di tengah situasi yang diwanti-wanti akan krisis. India, Asia Selatan, Afrika, Timur Tengah, itu kan masih ada yang potensial untuk kita kompensasi dari terjadinya kemungkinan potensi pelemahan ekspor ke negara-negara tradisional tadi," pungkasnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ekspor Batu Bara RI ke China Turun Hingga 15%