Pak Jokowi, Masa RI Kalah 'Ramah' Ketimbang Malaysia Cs

News - Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
14 December 2022 10:16
INFOGRAFIS, 10 Kkks Utama Produksi Minyak Foto: Infografis/10 Kkks Utama Produksi Minyak/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka-bukaan terkait persoalan bagi hasil minyak dan gas bumi (split) di Indonesia dan juga negara-negara tetangga termasuk Malaysia.

Hal ini tentunya membuat RI kurang 'ramah' dengan investor migas asing. Buktinya, tercatat Fiscal term atau kepastian bagi hasil migas di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Timor Leste, Australia dan juga Guyana.

"Dari tabel yang kami tampilkan bahwa split kontraktor Indonesia paling rendah dibandingkan beberapa negara lainnya, beberapa negara memiliki fiscal term lebih baik dari Indonesia," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, dalam rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI, Selasa (13/12/2022).

Tutuka memaparkan bahwa Indonesia menunjukkan daya tarik fiskal yang berada di bawah rata-rata global pada kuartal I di tahun 2020. "Gambaran investasi migas Indonesia dari segi daya tarik fiskal Indonesia kuartal I tahun 2020 yaitu 2,4 atau berada di bawah rata-rata global sebesar 3,3," ungkapnya.

Tutuka menyebutkan, bila dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Malaysia, Indonesia masih jauh lebih rendah. Namun bila dibandingkan dengan Irak dan Brasil maka Indonesia masih terhitung lebih tinggi. "Angka ini masih lebih rendah dibanding negara tetangga, Malaysia. Masih lebih tinggi dari Irak dan Brasil," ucapnya.

Tutuka menyebutkan bahwa dalam mendorong pengembangan migas non konvensional, pemerintah menginisiasi untuk memodifikasi skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan gross split.

Hal tersebut merupakan skema bagi hasil sebelum pajak yang ditentukan di awal kontrak. Tutuka menyebutkan, penentuan bagi hasil tersebut bersifat fix atau pakem tanpa penyesuaian progresif yang terdapat pada skema gross split terdahulu.

"Untuk mendorong pengembangan migas non konvensional atau unconventional di Indonesia, pemerintah berencana memodifikasi skema KKKS Gross Split yang saat ini ada pada Permen ESDM nomor 8 tahun 2017," ujarnya.

Secara rinci Tutuka menyebutkan bahwa telah ada perbaikan peraturan sejak tahun lalu. Yang mana skema gross split yang baru ini pada jenis minyak memiliki perbandingan pemerintah dengan swasta 80:20, 75:25, 70:30, 60:40, 55:45.

Sedangkan untuk jenis gas memiliki perbandingan antara pemerintah dan swasta 75:25, 70:30, 60:40, 55:45, dan 50:50. "Sejak tahun lalu jadi bagian sekarang dimulai dari 80:20 bagi pemerintah 80% swasta 20% untuk minyak dan 75 vs 25 untuk gas. Kita mulai dengan angka tersebut seiring dengan hanya risiko bagaimana akan mengecil," tandasnya.

Oleh karena itu, Tutuka berharap dengan perbaikan skema gross split ini bisa meningkatkan daya tarik dan bersaing dengan negara tetangga maupun dunia. "Sehingga kami berharap dapat meningkatkan attractiveness, sehingga bisa bersaing dengan negara tetangga dan dunia," tutupnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Forum Kapasitas Nasional, Kejar Target 1 Juta Bph Migas 2030


(pgr/pgr)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading