Internasional

Mirip Meikarta, Ini 5 Fakta 'Kota Hantu' Negara Tetangga RI

sef, CNBC Indonesia
14 December 2022 08:00
Foto udara yang diambil pada 16 Juni 2022 ini menunjukkan pemandangan umum Menara Carnelian (kiri) dan kondominium di Forest City, sebuah proyek pengembangan yang diluncurkan di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan China, di Gelang Patah di negara bagian Johor, Malaysia. (MOHD RASFAN/AFP via Getty Images)
Foto: Foto udara yang diambil pada 16 Juni 2022 ini menunjukkan pemandangan umum Menara Carnelian (kiri) dan kondominium di Forest City, sebuah proyek pengembangan yang diluncurkan di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan China, di Gelang Patah di negara bagian Johor, Malaysia. (Getty Images/MOHD RASFAN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Megaproyek yang gagal tak hanya terjadi di RI. Tapi juga di negara tetangga.

Forest City senilai US$100 miliar atau setara Rp1.564 triliun seharusnya menjadi 'surga hidup' di Malaysia. Namun kawasan mewah di selatan negara bagian Johor itu malah berubah menjadi kota hantu.

Dalam enam tahun pengembangan, area yang berada tepat di utara Singapura, yang penuh dengan gedung pencakar langit, malah kosong. Suasananya sepi, sepeti tak berpenghuni.

Awalnya, sekitar 700.000 orang pada diperkirakan akan tinggal di kota buatan yang dikembangkan oleh Country Garden, pengembang properti terbesar di China itu. Menurut laporan Foreign Policy tahun 2019, hanya sekitar 500 orang yang tinggal di area tersebut.

Seorang ahli yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan mengatakan bahwa saat ini populasi area tersebut telah berkembang menjadi beberapa ribu. Tetapi masih kurang dari 5% dari perkiraan jumlah penduduk.

"Sebagian besar bangunan di Forest City tidak berpenghuni, seperti kota hantu," tulis BBC dan juga dimuat Business Insider Agustus 2022 ini.

Lalu apa saja fakta soal 'kota hantu' ini?

Punya 2 Masalah

Mengutip seorang direktur riset perusahaan konsultan, International KGV, Chen Weitian, diketahui ada dua faktor yang menyebabkan proyek itu gagal. Pertama tingkat hunian yang rendah sementara yang lainnya adalah kurangnya kegiatan komersial.

"Jadi Forest City sendiri tidak memiliki banyak fasilitas, meski kompleksnya terletak di pinggiran Johor Bahru, dan hanya beberapa kilometer dari Singapura," katanya.

Harga Fantastis

Minimnya pembeli mungkin pula disebabkan terlalu mahalnya harga di Forest City. Pada 2017, harga apartemen di Forest City mulai dari 740.864 ringgit Malaysia atau setara Rp2,6 miliar.

Saat ini, kondominium apartemen dalam pengembangan ritel sebanyak 5 juta ringgit Malaysia (Rp17,8 miliar). Sebagai perbandingan, harga jual rata-rata properti di Johor Bahru, tempat Forest City berada, adalah 619.633 ringgit Malaysia (Rp2,2 miliar).

Dikritik Mahathir

Sebenarnya, Forest City juga menjadi kontroversial setelah mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad mengkritik proyek tersebut. Saat terpilih lagi menjadi PM di 2018, proyek yang juga jadi bagian dari pembiayaan Belt and Road (BRI) disebut Mahathir bisa menciptakan arus masuk imigran.

Terkait Jebakan Utang China?

The Times mengutip ketua Caixin Media Xie Jinhe mengatakan Mahathir memang mencoba menolak banyak proyek terkait BRI. Ia menginjak rem agar Malaysia, ujarnya, tak mendapat masalah.

"Malaysia memiliki utang sebesar US$257 miliar. Jika negara tersebut meminjam banyak uang untuk menyelesaikan dua proyek ini, Malaysia bisa bangkrut sebagai negara dengan utang tinggi," katanya.

Selain itu, antusiasme pembeli rumah melemah setelah China menindak arus keluar modal di negeri itu. Larangan perjalanan yang diberlakukan Beijing karena Covid-19 juga berdampak buruk pada pembeli China.

Bom Waktu Ekologis

Di sisi lain, Forest City dianggap ahli sebagai bom waktu ekologis. Forest City sebagian dibangun di atas tanah reklamasi dari Selat Johor.

Sekitar 163 juta meter kubik pasir dibuang ke laut untuk membangun kota. Beberapa ahli mengatakan cepatnya konstruksi ditambah dengan reklamasi tanah merupakan kombinasi yang berbahaya.

"Terlepas dari inovasi teknologi yang digunakan untuk merebut kembali dan membangun, pasir yang dibuang di dasar laut lumpur membutuhkan lebih dari waktu yang dipublikasikan untuk mengendap," kata Serina Rahman, seorang ilmuwan dan peneliti yang berbasis di Malaysia, dalam bukunya tahun 2017 berjudul Johor's Forest City Faces Critical Challenges.

"Retakan telah muncul di beberapa bangunan perkebunan dan bagian jalan telah tenggelam ke dalam tanah," tulisnya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cerita Tetangga RI, Kala Proyek Kota Surga Jadi 'Kota Hantu'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular