Kalah Gugatan Nikel di WTO, RI Dipastikan Tak Keluar Duit!

pgr, CNBC Indonesia
Rabu, 23/11/2022 14:15 WIB
Foto: WTO (Photo by FABRICE COFFRINI/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dipastikan tidak akan terbebani biaya ataupun denda maupun pembayaran sesuatu tatkala kalah atas gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak awal 2020.

Hal itu dikatakan langsung oleh Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Djatmiko Bris Witjaksono menyebutkan, bahwa Indonesia tidak terkena pembayaran atau denda.

"Tidak ada (kewajiban membayar)," terang Djatmiko kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/11/2022).


Seperti yang diketahui, kekalahan Indonesia atas gugatan UNi Eropa di WTO pertama-tama disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi VII DPR.

Hasil kekalahan tersebut tertuang dalam hasil putusan sengketa DS 592 terkait final panel report yang keluar pada tanggal 17 Oktober 2022.

"Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994," terang Menteri Arifin.

Menteri Arifin mengatakan, final panel report tersebut juga berisi panel menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.

Menyikapi hasil panel tersebut, Arifin mengungkapkan Pemerintah Indonesia akan mengajukan banding. Alasannya, pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap.

Dengan demikian, Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB). "Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga Pemerintah akan melakukan banding," ungkap Arifin.

Dia mengatakan, final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.

Setidaknya, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO: Pertama, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AS Desak RI Sampaikan Laporan Data Subsidi Industri Ke WTO