Ini Dia, Biang Kerok Bikin Rupiah Terus Loyo Bak Kurang Darah

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Sabtu, 19/11/2022 16:45 WIB
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus melemah. Refinitiv mencatat, pada perdagangan Jumat (18/11/2022), rupiah ditutup pada level Rp 15.685 per dolar AS.

Dalam sepekan, rupiah tercatat melemah 1,26%. Mata uang Garuda kembali mendekati level terlemah dalam dua setengah tahun terakhir di Rp 15.745 per dolar AS yang dicapai pada 4 November lalu.

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip mengungkapkan terdapat empat faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, baik dari sisi eksternal maupun internal.


Pertama, dari sisi eksternal, pergerakan nilai tukar Rupiah selama 2022 lebih dipengaruhi oleh dinamika yang terkait dengan kebijakan suku bunga acuan yang diambil oleh bank-bank sentral negara lain, terutama the Fed Fund Rate (FFR).

Kenaikan FFR secara agresif telah menyebabkan terjadinya capital outflow secara masif dan memperlemah nilai tukar rupiah.

"Dari catatan kami selama 9 bulan pertama 2022 (Januari-September), Indonesia mengalami capital outflow sekitar Rp 161 triliun dari saham dan surat berharga negara (SBN)," jelas Sunarsip dalam keterangannya, Sabtu (19/11/2022).

Kedua, yang juga masih dari sisi eksternal, Sunarsip bilang investor portofolio asing masih melihat, bahwa real interest rate Indonesia kurang menarik.

Real interest rate adalah perhitungan antara level BI-7DRR yang sebesar 5,25% dikurangi level inflasi Indonesia pada Oktober 2022 yang mencapai 5,7%.

"Sehingga spread -0,46%. Kalau negatif pertanda bahwa jika berinvestasi dalam bentuk rupiah itu rugi, karena investasi kemakan inflasi," jelas Sunarsip.

Dibandingkan banyak negara emerging lainnya yang memiliki real interest rate yang positif, seperti Brazil, Meksiko, dan China. Dengan posisi tersebut, para investor portofolio memiliki lebih banyak opsi dalam menempatkan dananya di luar pasar keuangan Amerika Serikat.

Adapun faktor yang membuat rupiah melemah dari sisi internal, yakni karena dipengaruhi oleh demand valas di Indonesia yang masih tinggi, sementara sisi pasokan (Supply) cenderung stagnan.

Keterbatasan suplai valas antara lain tercermin dari indikator loan to deposit ratio (LDR) valas yang meningkat tajam selama 2022.

Berdasarkan data yang diperoleh Suarnsip, LDR valas naik tajam selama 2022 mencapai 78%. Artinya total kredit dibandingkan total Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak sebanding.

"Itu menyebabkan kenapa rupiah cenderung sulit bergerak, karena outflow tinggi, demand valas di dalam negeri tinggi, dan supply valas stagnan," tuturnya.

Selai itu, rasio utang luar negeri (ULN) jangka pendek yang jatuh tempo juga meningkat signifikan. Hal ini terlihat dari rasio ULN jangka pendek yang jatuh tempo terhadap cadangan devisa (reserve), meningkat dari 41,01% pada akhir 2021 menjadi 48,89% pada Juni 2022.

Faktor terakhir yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah karena perkembangan penerbitan emisi efek di pasar modal selama tahun 2022 kurang atraktif dibanding tahun lalu.

Adapun nilai emisi efek selama tahun 2022 (hingga Minggu Pertama November 2022) menurun dibanding tahun lalu.

"Meskipun jumlah korporasi yang menerbitkan efek baru relatif sama banyaknya dibanding tahun lalu. Penurunan nilai emisi efek baru tersebut terutama terjadi pada IPO dan Right Issue," kata Sunarsip.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi Inggris Betah di Level Tinggi Pada Mei 2025