Strategi Pertamina agar Biaya Transisi Energi Terjangkau

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Jumat, 18/11/2022 18:28 WIB
Foto: Inisiatif Strategi Pertamina Capai Target Net Zero Emission (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) kini tengah ancang-ancang mempersiapkan strategi bisnis hijau untuk mewujudkan netral karbon atau Net Zero Emissions (NZE) sebelum 2060.

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Pertamina menggenjot kerja sama atau partnership dan mencari pembiayaan yang terjangkau.

Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Emma Sri Martini menyebutkan, Pertamina terus berupaya mengoptimalkan sumber daya alam yang ada di Indonesia untuk pengembangan energi hijau. Namun, hal ini tentunya juga harus didukung dengan skema pembiayaan yang dapat diandalkan.


Namun menurutnya, skema pembiayaan ini tidak serta merta bisa mengikuti atau menjiplak yang telah dilakukan korporasi lainnya. Namun pihaknya harus bisa mencari pembiayaan yang terjangkau dari sisi korporasi dan juga negara.

"Kita tidak bisa serta merta mimicking apa yang terjadi transisi di korporasi lain ataupun di negeri lain. Tapi kita bagaimana affordability korporasi dan juga affordability dari sisi country. Itu yang kita adjust. Itulah definisi adjust affordable transition," jelasnya kepada CNBC Indonesia di sela B20 Summit 2022 di Bali beberapa waktu lalu, yang ditayangkan dalam acara Squawk Box, Jumat (18/11/2022).

Emma menyebutkan bahwa Indonesia kaya akan sumber daya LNG atau gas alam cair. Selain itu, Indonesia juga dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki yaitu geothermal atau panas bumi.

"Kita punya LNG portfolio, kita punya geothermal yang bisa diolah menjadi green hydrogen, dari sisi upstream sendiri CO2-nya bisa di-capture bisa dijadikan sisi dan itu bisa di-monetize dan itu bisa bisnis tersendiri jadi carbon marketcarbon trading," paparnya.

Menurutnya, dengan sumber daya yang mendukung di Indonesia, maka pengembangan energi hijau dan green financing akan terbuka lebar.

"Bagi kita, Pertamina salah satu saja, yang green investment terkait dengan renewable energy. Kita masih punya opsi-opsi lain yang bergerak kepada clean energy, salah satunya tadi, kita punya Subholding Gas ini jadi transisi energi dalam konteks itu," tuturnya.

Oleh karena sumber daya yang mendukung, Emma menyebutkan bahwa Pertamina akan mengoptimalkan sumber yang ada, sehingga proses transisi energi bisa berjalan dengan maksimal.

"Kita berupaya dari apa yang kita punya dari resources yang ada di Pertamina kita optimalkan, sambil kita melakukan transisi secara proper," ujarnya.

Adapun, dukungan pemerintah dalam membuat peraturan ekosistem yang baik juga dibutuhkan. Emma menyebutkan hal ini merupakan kunci utama untuk mengakselerasi investasi hijau di Indonesia.

"Salah satu key enabler-nya adalah policy ecosystem dari policy support dari pemerintah itu key untuk accelerate green investment terjadi," ucapnya.

Kemudian, hal lain yang menjadi kunci, lanjut Emma, adalah insentif fiskal dari pemerintah. Selanjutnya, yang terakhir adalah kepastian dari suku bunga.

"Kedua, dari insentif fiskal, dan yang ketiga ada kepastian dari sisi suku bunga. Nah ini yang ekosistem ini tiga syarat enabler yang membuat green investment ini terjadi. Akselerasi salah satunya adalah renewable energy, bagaimana pricing closing seperti apa, bagaimana offtake mekanisme seperti apa, itu yang jadi key enabler," paparnya.

PT Pertamina (Persero) telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Japan Bank for International Cooperation, (JBIC) di dalam Business Summit B20 Bali. Kerja sama tersebut tidak hanya terbatas pada pendanaan, tapi juga dukungan teknologi.

JBIC juga telah menetapkan Kebijakan ESG yang dirilis pada Oktober 2021 yang mengikuti tujuan internasional untuk melaksanakan target Perjanjian Paris.

Selain itu, JBIC juga akan berkontribusi untuk mewujudkan netralitas karbon global dengan mendukung dan mempercepat transisi energi menuju masyarakat bebas karbon di negara berkembang.

Adapun, PT Pertamina (Persero) berhasil menggandeng perusahaan energi dan bahan kimia terbesar asal Arab Saudi, Saudi Aramco, dalam pengadaan proyek penyediaan hidrogen dan amonia.

Kerja sama tersebut membuka peluang untuk menilai kemungkinan kerja sama pengembangan amonia dan hidrogen bersih, termasuk potensi penangkapan, pemanfaatan, serta penyimpanan karbon (CCUS) pada lokasi yang disepakati.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Accelerating Efficiency, Fueling Sustainability via ABB Formula E