Negosiasi dengan Pengusaha Listrik, PLN Hemat Rp 42 Triliun!

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
10 November 2022 17:15
PLTU Tanjung Jati B yang merupakan salah satu pembangkit yang paling diandalkan oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik sistem interkoneksi Jawa-Bali.

PLTU Tanjung Jati B memegang peran sentral dalam sistem interkoneksi Jawa-Bali


Hingga triwulan III 2019, PLTU dengan kapasitas 4 x 710 MW ini memiliki kesiapan produksi listrik (Equivalent Availability Factor – EAF) hingga 93,6% selama setahun.

Sejak pertama kali beroperasi pada tahun 2006 PLTU Tanjung Jati B menjadi tulang punggung kelistrikan Jawa-Bali. 

PLTU Tanjung Jati B berkontribusi 12% atau  setara dengan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga

Keberadaan pembangkit ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi  kontinyuitas suplai listrik, namun juga turut membantu pemerintah dalam penghematan APBN.


Secara produksi listrik PLTU Tanjung Jati B mampu berkontribusi sebesar 12% atau setara denagan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga.  (CNBC Indonesia/Peti)
Foto: PLTU Tanjung Jati B di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. (CNBC Indonesia/Peti)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) mengungkapkan telah berhemat Rp 42 triliun akibat dilakukannya negosiasi kontrak jual beli listrik dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producers/ IPP).

Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo mengatakan, penghematan tersebut diperoleh dari upaya negosiasi PLN dengan IPP sejak pandemi Covid-19 melanda RI pada 2020 hingga 2022 ini.

"Total negosiasi kita tahun ini, yang sudah kita mulai sejak Covid (2020), hingga tahun ini value yang diciptakan PLN dari negosiasi itu sekitar Rp 42 triliun," ucapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (10/11/2022).

Dia mengatakan, negosiasi ini dilakukan karena melesunya permintaan listrik sejak awal pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Oleh karena itu, sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang seharusnya mulai beroperasi sejak 2020 maupun 2021, harus ditunda setidaknya ke 2022 ini.

Negosiasi ini menurutnya harus dilakukan guna menghindari risiko denda atau penalti yang harus dibayar perusahaan kepada pengembang listrik swasta tersebut.

Pasalnya, di dalam kontrak jual beli tenaga listrik ada skema terkait "Take or Pay" (TOP) di mana PLN harus mengambil listrik sesuai volume terkontrak atau bila tidak mengambil sesuai volume terkontrak, maka PLN harus membayar penalti atau denda.

"Kita dulu konsultasi agar dimundurkan agar kita tidak terpapar risiko take or pay lebih awal, karena Menteri lah PLN bisa menegosiasikan itu. Tentu dengan kolaborasi baik dengan teman-teman IPP," ucapnya.

Dia menyebut, dua PLTU yang berhasil dinegosiasikan dengan PLN antara lain PLTU Batang, Jawa Tengah berkapasitas 2x1.000 Mega Watt (MW) dan PLTU Jawa 4 Tanjung Jati B, Jepara, Jawa Tengah juga berkapasitas 2x1.000 MW.

Dia mengakui, mulai beroperasinya kedua pembangkit listrik tersebut pada 2022 ini telah mundur dari jadwal seharusnya yang beroperasi pada 2020 dan 2021.

Menurut Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, kedua PLTU tersebut telah mendapatkan izin untuk beroperasi dan masuk dalam sistem kelistrikan nasional.

PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 telah beroperasi komersial (Commercial Operation Date/ COD) pada Maret dan Juni 2022. Kemudian, PLTU Batang pada Agustus 2022.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Di Saat Lubernya Listrik, 2 PLTU Raksasa Direstui Beroperasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular