Pasokan Dunia Lagi Seret, Ini Jurus RI Amankan BBM Solar

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Kamis, 03/11/2022 12:20 WIB
Foto: REUTERS/Lucas Jackson/

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar diesel global saat ini sedang dalam ancaman "perfect storm" alias badai yang sempurna di tengah ketidakpastian geopolitik. Baik Eropa maupun Amerika Serikat kini mengalami kekurangan pasokan diesel.

Pasokan diesel Eropa berkurang terutama karena semakin dibatasinya pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) termasuk diesel dari Rusia sejak serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.

Sementara Amerika Serikat kini juga mengalami krisis Solar karena adanya perawatan kilang dan keringnya Sungai Missisipi yang biasa menjadi jalur angkutan produk kilang. Akibatnya, stok diesel di Negeri Paman Sam ini tercatat "hanya" cukup untuk 25 hari, stok terendah sejak 1951 lalu.


Akibatnya, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar di pasar internasional pun turut berguncang, sehingga turut memengaruhi harga Solar di dalam negeri.

Harga BBM jenis diesel atau Solar di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) RI kini turut melonjak. Per 1 November 2022, SPBU dalam negeri kompak menaikkan harga Solar non subsidinya, baik PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, maupun BP-AKR.

Pertamina mengerek harga Dexlite menjadi Rp 18.000 per liter dari sebelumnya Rp 17.800 per liter. Sementara untuk harga Pertamina Dex juga naik menjadi Rp 18.550 per liter dari yang sebelumnya Rp 18.100 per liter.

Shell Indonesia juga menaikkan harga produk dieselnya yakni BBM Shell V-Power Diesel menjadi Rp 18.840 dari sebelumnya Rp 18.450 per liter.

Sementara itu di SPBU BP-AKR terpantau per 3 November 2022 ini, harga produk BBM BP Diesel juga naik menjadi Rp 18.380 per liter dari yang sebelumnya Rp 17.990 per liter.

Kondisi ini bisa menjadi kabar buruk bagi Indonesia, karena BBM diesel ini juga digunakan untuk sektor industri, nelayan, hingga pembangkit listrik, bukan hanya sektor transportasi.

Lantas, bagaimana antisipasi RI menghadapi ketidakpastian kondisi global ini?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah akan terus mendorong pemanfaatan sumber-sumber energi yang ada di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

Dia pun mengakui bahwa Indonesia hanya mampu memenuhi pasokan BBM dari dalam negeri sebesar 50%, sisanya masih bergantung pada impor minyak dunia. Dia menyebut, produksi minyak RI saat ini hanya sekitar 650 ribu barel per hari (bph). Sementara kebutuhan minyak di dalam negeri mencapai 1,3 juta bph.

"Kita bayangkan sekarang produksi minyak kita kira-kira 650.000 barel per hari sedangkan kebutuhan kita 1,3 juta barel per hari. Apa jadinya kalau kita tidak bisa beli yang 650 ribu barel karena tidak ada pasokan. Apalagi kemampuan kita itu cuma 50%, separuhnya kebutuhan kita dipenuhi dari minyak impor," ungkap Arifin saat melakukan Kunjungan Kerja di Subang, Jawa Barat, dikutip dari keterangan resminya, Kamis (03/11/2022).

"Mata kita sekarang baru terbuka di tengah krisis konflik Rusia sama Ukraina yang menyebabkan kesulitan pasokan energi khususnya migas karena sumber migas yang banyak di Rusia tidak bisa dimanfaatkan, lalu kemudian produsen migas, OPEC+ itu mengurangi produksinya," tuturnya.

Guna mengurangi ketergantungan RI pada impor minyak ini, Arifin mengatakan pemerintah akan terus mendorong pemanfaatan sumber-sumber energi yang ada di Indonesia, salah satunya pemakaian biodiesel yang berbasis minyak sawit.

"Sekarang kita harus berbenah, buru-buru untuk bisa mencoba memanfaatkan sumber-sumber energi yang terbarukan khususnya untuk bisa kita manfaatkan dan ke depannya kita harus bisa mandiri energi, itulah yang namanya ketahanan energi buat Indonesia," tambah Arifin.

Saat ini Kementerian ESDM tengah mengembangkan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis minyak sawit pada bahan bakar fosil. Dari mandatori biodiesel 30% atau B30 yang sudah berjalan, kini pemerintah akan segera mengeluarkan rekomendasi untuk pelaksanaan B40.

Kementerian ESDM pun telah melakukan uji jalan (road test) penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel dengan campuran 40% atau disebut B40 pada kendaraan bermesin diesel.

Hasilnya, pemerintah akan segera mengeluarkan rekomendasi teknis kebijakan agar B40 bisa segera diimplementasikan.

"Pertama saya senang performa B40 bisa merespons kebutuhan energi kendaraan. Kedua, emisinya bisa turun karena pemanfaatan bioenergi makin tinggi. Kita patut bersyukur negeri kita ini memberikan potensi sumber energi yang banyak," ujar Arifin.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, uji jalan B40 ini sudah hampir rampung. Dia menyebutkan, dari target 50.000 kilo meter (km), kini tersisa 6.000 km. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa final hasil tes bisa menjadi rujukan.

"Road test B40 tersisa 6.000 lagi. Jadi hasil final untuk kendaraan yang pertama itu akan bisa kita dapat dalam dua minggu ke depan. Hasil final ya," ucapnya.

Sampai sekarang, hasil dari uji coba B40 menunjukkan bahwa mobil dapat beroperasi dengan normal dan mulus seperti menggunakan bahan bakar solar biasa. Hal ini terbukti tidak terjadi mobil mogok dan juga tidak terjadi blocking di filter bagian utama hal ini berbeda dengan test sebelumnya.

"Sebelumnya kita ikuti aturan tiap 10.000 km ganti. Jadi ini kita mau tau sebetulnya dia habisnya kapan. Jadi itu di angka 22.000 km atau 23.000 km gitu. Jadi ini sudah terbukti tidak ada blocking. Kemudian, dari sisi apakah dia tahan dingin, kita udah tes di Dieng. Jalan, satu detik langsung hidup. Jadi yang krisis-krisis dingin, kemudian filter blocking, kemudian beroperasi normal ini sudah terbukti," jelas Dadan.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan