Ngeri! 67 Bom Nuklir AS Meledak Sini, Warga Teriak Ganti Rugi
Jakarta, CNBC Indonesia - Pejabat Kepulauan Marshall kini menuntut Amerika Serikat (AS). Negara di Oseania tersebut meminta Paman Sam mengatasi keluhan warga yang menderita akibat pengujian senjata nuklir di kepulauan itu lebih dari 70 tahun lalu.
AS diketahui meledakkan 67 bom nuklir di Kepulauan Marshall antara tahun 1946 hingga 1958. Kini dampak kesehatan dan lingkungan masih terasa di pulau-pulau yang terletak di antara Hawaii dan Filipina tersebut.
Tuntutan ini diutarakan seiring rencana kedatangan utusan khusus AS Joseph Yun di ibu kota Majuro pada 3 November. Ia akan hadir untuk bernegosiasi dengan pemerintah terkait perpanjangan Compact of Free Association (CFA), perjanjian internasional yang mengatur hubungan asosiasi bebas antara AS dan tiga negara Kepulauan Pasifik, termasuk Kepulauan Marshall.
"Pertama-tama AS harus membayar lebih banyak dari kompensasi yang diberikan oleh Pengadilan Klaim Nuklir internasional, dengan total lebih dari US$3 miliar. Di mana sekitar US$270 juta telah dibayarkan sejauh ini," bunyi desakan itu dimuat AFP, Selasa (1/11/2022).
Sebenarnya CFA sendiri dibicarakan September namun dihentikan karena alot. Kepulauan Marshall bersikukuh melanjutkan pembicaraan jika Washington menangani masalah kesehatan dan lingkungan terlebih dahulu.
"Kami siap untuk menandatangani (perpanjangan) besok setelah masalah utama ditangani," kata Ketua parlemen Kenneth Kedi.
"Jika kita tidak bisa menyelesaikan masalah dari masa lalu kita, bagaimana kedepannya dengan masalah lain?" tambahnya.
Hal sama juga dikatakan Kedi mewakili Rongelap Atoll, warga yang terkena uji coba nuklir. Menurutnya solusi bermartabat harus ditemukan.
Mengutip laman yang sama, ribuan penduduk Kepulauan Marshall ditelan oleh awan radioaktif terparah setelah uji coba nuklir Castle Bravo tahun 1954 oleh militer AS. Banyak yang kemudian mengalami masalah kesehatan.
Ton puing-puing yang terkontaminasi dari pengujian dibuang di kawah di Atol Enewetak. Itu hanya ditutup dengan beton yang telah retak, yang pada akhirnya memicu masalah kesehatan.
Ratusan penduduk Kepulauan Marshall seperti di Bikini, Enewetak, Rongelap dan Utrik juga harus direlokasi karena kontaminasi nuklir. Banyak yang masih belum bisa pulang.
Sebuah studi yang dikeluarkan oleh US National Cancer Institute pada tahun 2004 juga memberi data mencengangkan. Fakta menunjukan sekitar 530 kasus kanker disebabkan oleh uji coba nuklir.
"Sebagai Bikinians, kami telah melakukan cukup banyak untuk Amerika Serikat," kata Ketua Komisi Nuklir Nasional Kepulauan Marshall, yang percaya bahwa AS harus membayar jumlah penuh dari kompensasi yang diberikan, Alson Kelen.
"Kami tidak meminta untuk menjadi kaya. Kami meminta dana untuk menyelesaikan masalah nuklir kami ... sebenarnya dana tersebut untuk mengurangi dan mengatasi masalah kesehatan, relokasi, dan pembersihan nuklir kami," ujarnya.
(sef/sef)