
Zona Eropa Menuju Stagflasi atau Resesi Nih? Begini Ceritanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Risiko resesi besar hingga stagflasi mengancam daratan Eropa menyusul rekor tinggi inflasi di tengah kebijakan agresif bank sentralnya untuk menaikkan suku bunga.
Stagflasi adalah inflasi tinggi ditengah tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Pernah terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1970-an.
Tingkat inflasi di 19 negara anggota zona Benua Biru mencapai 10,7% di Oktober lalu, naik dari 9.9% pada bulan sebelumnya, seperti diumumkan Eurostat kemarin (31/11). Angka ini di atas ekspektasi pasar yang di kumpulkan Reuters sebesar 10.2%.
Pemicunya adalah inflasi tinggi di sejumlah negara mesin utama ekonomi Eropa seperti Jerman, Italia dan Prancis. Seperti pada bulan-bulan sebelumnya, harga energi kembali menjadi pendorong utama inflasi, ditambah lagi kenaikan harga barang-barang impor.
Bank sentral Eropa (the European Central Bank/ECB) Kamis pekan lalu menaikan suku bunga acuannya hingga, 75 basis poin (bp), untuk ketiga kalinya berturut turut di tahun ini.
Suku bunga deposito utama ECB-yang menjadi acuan dasar untuk pasar uang zona euro-naik menjadi 1,50%, sedangkan suku bunga refinancing naik menjadi 2,00% dan suku bunga pinjaman marjinal naik menjadi 2,25%.
Ekspektasi pasar, ECB akan terus menaikan suku bunganya hingga mendekati 3% pada 2023, memicu kekhawatiran akan kondisi pelemahan ekonomi.
Estimasi awal Badan Pusat Statistik Uni Eropa, mencatat perekonomian zona Eropa pada kuartal III tahun ini hanya tumbuh 0.2%, lebih rendah dari capaian kuartal sebelumnya di 0.7%. Angka ini juga adalah terendah sejak ekonomi mulai membaik dari dampak pandemi pada kuartal kedua 2021.
Sejumlah indikator menunjukkan ekonomi Benua Biru akan mengalami kontraksi pada kuartal akhir tahun ini, menyusul harga energi yang masih tinggi dan kebijakan agresif ECB untuk menghalau inflasi.
Sepertinya Resesi Dulu
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengambarkan bawah kondisi perekonomian dunia telah gelap sejak setahun terakhir. Kondisinya, bakal lebih gelap untuk Eropa dibandingkan kawasan lain di dunia.
"Satu tahun yang lalu, kita pulih dari COVID dan kita menyelesaikannya dengan pertumbuhan global lebih dari 6%. Dan kemudian dua kejutan datang: Omicron dan Rusia di Ukraina yang tidak hanya mengganggu pemulihan tetapi juga membalikkannya," ujar dia seperi dikutip dari Euronews, pekan lalu.
Kristalina mengatakan kegelapan di Eropa semakinpekat akibat diperparah oleh kenaikan harga energi. IMF memperkirakan setengah dari negara-negara di zona ini akan mengalami setidaknya dua perempat pertumbuhan negatif, atau resesi. "Dengan kata lain, kerugian pada orang-orang Eropa akan cukup, cukup dramatis," ujar dia.
IMF memprediksi perekonomian Zona Eropa masih akan tumbuh 3.1% tahun ini, tapi susut hanya 0.5% di 2023. Tahun depan, Jerman dan Italia diprediksi kontraksi -0.3% dan -0.2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mum/mum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis di Eropa, Ramai Warga Antre Demi Dapat Makanan Gratis