Ada 'Tsunami' Harga Tiket Pesawat, Bos Wisata Gelisah
Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi belakangan membuat kalangan pelaku pariwisata resah. Mereka secara terang-terangan mengaku keberatan dengan kebijakan sejumlah maskapai yang menaikkan harga tiket hingga hampir 2x lipat.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah mengungkapkan bahwa mahalnya harga tiket bisa menjadi ganjalan sektor pariwisata untuk lebih berkembang. Meskipun pada akhirnya masyarakat tetap membeli, namun pertumbuhan pariwisata berpotensi teredam.
"Terutama tiket ini jadi masalah. Airliners sebut tsunami of demand. Jadi gulungan balik, orang numpuk ke situ. Terus terang sudah minta airline turunin harga. Tapi mereka pasti pertimbangkan, karena dalam posisi mahal pun dibeli masa mau diturunin, lagi bagus kok, ini yang terjadi," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/10/22).
"Rata-rata naik 50-100% sekarang, tapi tetap dibeli, apalagi yang ke destinasi unggulan," lanjutnya.
Sektor pariwisata sendiri juga sudah terus merangkak naik saat ini. Meski demikian, Ia mendapat banyak keluhan mengenai mahalnya harga tiket pesawat, baik penerbangan domestik dan internasional. Harga hotel dalam dan luar negeri juga rata-rata naik karena permintaan tinggi, walau mahal tetep dibeli sama orang.
"Keluar juga sama, tiket keluar juga mahalnya nggak kira-kira. Apalagi kurs dolar tinggi, avtur juga. Saya beberapa kali ke Eropa, Timur Tengah, semua full, Pesawat gede aja full, hampir nggak ada sisa 100% full," sebut Budijanto.
Ia berharap pemerintah tetap berpegang pada batas atas harga maskapai. Jika ada keringanan untuk menaikkan harga, maka potensi bakal berdampak pada sektor pariwisata secara keseluruhan.
"Airlines bakal liat di RI ada batas akhir, mereka akan jual pada harga teratas. Apa nanti pemerintah bolehkan tambah surcharge, sehingga pemerintah memberi kelonggaran untuk tambah batas atas tertinggi tambah sekian %, kita belum tau, Saya harap nggak terjadi," ujarnya.
(hoi/hoi)