Tanda-Tanda Makin Nyata, Pabrik-Pabrik Mulai Rumahkan Pekerja

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
24 October 2022 18:40
Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu gunung di workshop sepatu gunung mokzhaware di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Senin (7/6/2021). Bahan yang digunakan terbuat dari bahan baku kulit Nubuck. Dalam sehari pabrik ini bisa memproduksi 50 pasang sepatu. Usmar Ismail (42) mendirikan sebuah brand lokal di bidang fashion sepatu sekitar tahun 2016 lalu. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan para pengusaha untuk bisa bertahan di tengah pandemi covid-19, yang pertama adalah terus melakukan inovasi dan tanggap terhadap kebutuhan market online,
Foto: Pembuatan Sepatu. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang resesi dan krisis global sudah mulai terasa pada sejumlah industri dalam negeri saat. Sebagian perusahaan ada yang mulai merumahkan karyawannya untuk menekan biaya operasional meski belum pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Meski tidak masif terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), namun kebijakan merumahkan itu juga menjadi hantu bagi kalangan pekerja. Ada juga dengan cara mengurangi waktu kerja para karyawan umumnya terjadi di sektor padat karya.

Sebagian besar pekerja yang terkena fenomena ini berasal dari sektor padat karya. Berikut beberapa industri yang sudah merumahkan karyawannya:

Industri Tekstil

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengungkapkan, sudah ada beberapa pabrik yang sudah meliburkan Sabtu-Minggu, ada juga yang kini hanya kerja 4-5 hari seminggu, hingga mematikan 1 hingga 2 lini produksinya.

"Ini akibat pelemahan global dan sudah kita rasakan terutama selama 2 bulan terakhir," ujar Jemmy.

Lebih parahnya lagi, Jemmy mengatakan hal ini juga berimbas kepada 45 ribu orang buruh industri TPT yang sudah dirumahkan hingga saat ini.

"45 ribu orang saya pikir ada, dari hulu ke hilir industri TPT. Bukan cuma anggota API, nggak cuma pabrik garmen. Ada pabrik pemintalan, pencelupan, tenun, ada garmen," ujarnya.

Industri Logistik-Alat Berat

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat mengungkapkan, masih ada karyawan yang dirumahkan sejak tahun 2020 belum kembali bekerja hingga saat ini. Bahkan, kata dia, ada yang akhirnya diberhentikan.

Menurut Mirah, gelagat PHK yang berawal dari status dirumahkan memang marak dialami buruh yang jadi anggota Aspek.

"Tahun 2020-2021 sangat luar biasa PHK massal dan dirumahkan tanpa upah. Tahun 2022 mulai bergerak bangkit, banyak kawan kembali kerja, tapi ada juga anggota yang dirumahkan sampai detik ini. Katanya dipatenkan (berhenti)," ujar Mirah kepada CNBC Indonesia.

Padahal, imbuh dia, kondisi perusahaan masih berjalan dan tetap berproduksi meski terjadi penyesuaian. Seharusnya, kata dia, menghentikan karyawan menjadi opsi terakhir ketika sudah tidak bisa lagi bertahan.

"Tapi perusahaan ini bagus, upah berjalan, dan kebanyakan yang kena di staf, tapi produksi jalan terus. Bahkan 2020 kerja biasa, ada beberapa hari yang ganti-gantian," kata Mirah.

"Menyampaikan rugi, tapi ga jelas juga akuntabilitasnya, bilang rugi tapi langsung PHK juga, atau pagi kerja, sore di PHK. Jadi masih terjadi," lanjutnya.

Industri Garmen-Sepatu

Ancaman pengurangan karyawan sudah mulai terlihat di industri padat karya. Kalangan buruh mengungkapkan bahwa banyak anggotanya yang sudah mulai mengurangi hari kerja, bahkan tidak sedikit yang akhirnya dirumahkan.

"Sampai saat ini yang dirumahkan panjang, artinya sebulan nggak kerja, paling nggak untuk anggota hampir 5.000-an, termasuk di industri tekstil, garmen, sepatu juga," kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto kepada CNBC Indonesia dikutip Senin (24/10/2022).

Fenomena ini terjadi akibat adanya penurunan permintaan, utamanya untuk pasar ekspor. Akibatnya pekerjaan menjadi lebih sedikit dan buruh yang menerima konsekuensinya, yakni tidak bisa bekerja secara normal bahkan untuk karyawan kontrak sudah mulai dilepas.

Ancaman pengurangan karyawan sudah mulai terlihat di industri padat karya. Kalangan buruh mengungkapkan bahwa banyak anggotanya yang sudah mulai mengurangi hari kerja, bahkan tidak sedikit yang akhirnya dirumahkan.

"Sampai saat ini yang dirumahkan panjang, artinya sebulan nggak kerja, paling nggak untuk anggota hampir 5.000-an, termasuk di industri tekstil, garmen, sepatu juga," kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto.

Industri Serat dan Benang Filament

Ketika industri garmen di dalam negeri terpukul akibat banyaknya pembatalan dan pemangkasan order ekspor, maka di sektor hulu yakni serat dan Benang Filament juga terkena dampaknya

Banyak perusahaan di hulu harus memangkas produksi. Akibatnya kini marak perusahaan TPT di dalam negeri merumahkan karyawannya.

banyak yang menurunkan kapasitas karena stok menumpuk. Efeknya, jadinya merumahkan karyawan. Sampai saat ini memang tidak ada PHK, kami berharap tidak akan ada PHK. Mudah-mudahan, awal tahun depan, harga komoditas membaik sehingga pasar domestik bisa menopang," Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta.

Pembatalan order, kata dia, terutama terjadi untuk pasar AS dan Uni Eropa. Menyusul, lonjakan biaya energi yang membuat konsumsi garmen terpangkas.

"PR kami sekarang bagaimana supaya mempertahankan tenaga kerja. Jangan sampai ada PHK. Sekarang sudah banyak yang merumahkan karena produksi turun, ada yang sampai 50%," kata Redma.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mirip RI, Potret Badai PHK 'Terjang' Vietnam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular