Bersiaplah Wahai Warga +62, Bunga KPR Bakal 'Menggila'

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
21 October 2022 06:55
Suasana Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP) di Cibarengkok  Pengasinan, Kec. Gn. Sindur, Bogor, Jawa Barat, Senin (17/2/2020). PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Tbk pada tahun 2020 meningkatkan layanan transaksi digital untuk menggaet calon debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi KPR (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%, dalam keputusan Rapat Dewan Gubernur bulan Oktober 2022.

Ini merupakan kali kedua bank sentral secara beruntun menaikkan bunga acuan sebesar 50 bps. Sebelumnya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi September, BI juga menaikkan bunga acuan dengan besaran yang sama.

Artinya, saat ini perbankan memiliki ruang untuk menyesuaikan atau menaikkan suku bunganya. Pasalnya, suku bunga acuan BI adalah patokan bagi bank dalam menetapkan bunga deposito dan kredit.

Termasuk kredit masyarakat, seperti kredit kepemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Kendati demikian, Gubernur BI Perry menegaskan, bahwa penyesuaian bunga kredit perbankan membutuhkan waktu penyesuaian.

"Kenaikan suku bunga perbankan, baik suku bunga dana maupun suku bunga kredit, lebih terbatas seiring dengan likuiditas yang masih longgar, yang memperpanjang efek tunda (lag effect) transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga dana dan kredit," jelas Perry.

Selain itu, biasanya kenaikan suku bunga kredit juga akan tergantung pada kebijakan masing-masing bank. Namun, secara historis tidak akan lebih tinggi dari apa yang dilakukan BI.

Adapun kondisi likuiditas perbankan saat ini masih longgar. Pada September 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 27,35%.

"Rasio ini tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit, di tengah berlangsungnya normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap dan pemberian insentif GWM," jelas Perry.

BI juga menilai, permodalan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) Agustus 2022 tetap tinggi sebesar 25,12%.

Seiring dengan kuatnya permodalan, risiko tetap terkendali yang tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /NPL) pada Agustus 2022 yang tercatat 2,88% (bruto) dan 0,79% (neto).

Likuiditas perbankan pada September 2022 tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6.77% (yoy), meskipun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Agustus 2022 sebesar 7,77%.

"Perlambatan DPK dikontribusikan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat, belanja modal korporasi, dan preferensi penempatan dana pada aset keuangan lain yang terindikasi dari nilai kepemilikan surat berharga negara (SBN)," jelas Perry.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Suku Bunga Acuan BI Naik, Siap-siap Cicilan KPR Meroket!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular