
Ini yang Buat Jokowi Hitung-Hitung Jelang Ekspor Timah Distop

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga kini masih menimbang-nimbang terkait waktu pemberlakuan kebijakan pelarangan ekspor komoditas timah.
Adapun salah satu faktor yang menjadi pertimbangan Presiden antara lain kesiapan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) timah, baik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta.
Jokowi berharap pergerakan hilirisasi pada komoditas timah bisa segera mengikuti apa yang sudah pemerintah lakukan pada komoditas nikel. Dengan begitu, penerimaan negara dari sektor mineral timah akan meningkat.
"Nanti kalau sudah hitungannya matang, ketemu kalkulasinya, akan saya umumkan stop. Misalnya tahun depan stop, tahun ini bisa terjadi. Ini saya kira kesiapan-kesiapan dari smelter, baik milik BUMN, milik swasta, harus kita kalkulasi semuanya," kata Presiden saat kunjungan ke proyek smelter timah PT Timah, di Bangka Belitung, Kamis (20/10/2022).
Menurut Jokowi, dengan adanya smelter baru di PT Timah, Presiden berharap nilai tambah di dalam negeri akan semakin meningkat, serta lapangan pekerjaan yang luas akan terbuka.
"Ya (harapannya) nilai tambah di dalam negeri akan makin banyak dan membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya," ujarnya.
Adapun salah satu daerah penghasil timah terbesar di Indonesia yaitu Bangka Belitung. Tak tanggung-tanggung puluhan smelter timah telah berada di provinsi kepulauan ini.
Penjabat Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin menyebut, terdapat sekitar 20-30 smelter timah di Bangka Belitung.
Banyaknya smelter timah di daerah ini turut berdampak positif bagi perekonomian warga setempat. Ridwan mengatakan, sepertiga dari perekonomian daerah ini disumbang dari komoditas timah.
Dia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung mencapai 5,05% pada 2021, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional sebesar 3,69%.
Walaupun pertumbuhan ekonomi sempat terjun bebas selama pandemi Covid-19 pada 2020, namun menurutnya perekonomian Kepulauan Bangka Belitung kembali pulih pada 2021. Hal ini tak lain karena didukung dengan kontributor utama pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung yakni dari sektor pertambangan dan penggalian, serta industri pengolahan.
"Secara rata-rata 30%-35% perekonomian di Bangka Belitung dipengaruhi oleh komoditas ini (timah)," ungkapnya pada acara Indonesia Tin Conference 2022 di Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Sementara itu, Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto sebelumnya mengaku terkejut dan bingung atas rencana pemerintah yang akan memberlakukan pelarangan ekspor timah.
Pasalnya, proses pengolahan timah yang dilakukan oleh pengusaha atau penambang Indonesia sudah melalui proses fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Bahkan kadar atau kandungan timah yang dihasilkan sudah mencapai 99,99% atau Tin Ingot Sn 99,99. Dengan begitu, ia pun mempertanyakan apa yang masih kurang dari para penambang dalam proses hilirisasi.
"Kami bingung, terus terang, kami adalah penambang kami adalah smelter terintegrasi. Jadi kami tambang kami punya smelter dilebur dan sudah di-refinancing jadi berapa set tuh, sehingga produk kami adalah 99,99% dimana itu juga standar dunia dan lain-lain," kata Jabin kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, Dikutip Kamis (13/10/2022).
Atas rencana pelarangan ekspor tersebut, Jabin menyatakan, bahwa pemerintah juga belum melibatkan pelaku usaha dan akademisi yang memahami betul dunia pertimahan.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Galau Tutup Keran Ekspor Timah, Jokowi: Masih Kita Hitung