Alarm Indikator Utang RI Menyala, Ada Apa Ya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah kondisi ekonomi global yang gelap, Indonesia diperkirakan masih aman dari pertumbuhan negatif.
World Economic Outlook edisi Oktober yang dikeluarkan Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh di kisaran 5% pada tahun depan.
Namun, di sisi lain, alarm indikator utang Indonesia mulai berbunyi.
Guru Besar Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) Mudrajad Kuncoro dari semua indikator utang, debt to service ratio (DSR) Indonesia cukup mengkhawatirkan.
"Membahas indikator utang, ada tiga yaitu debt to service ratio, debt export ratio dan debt to GPD ratio," ujarnya.
Dari ketiganya, Mudrajad mengungkapkan ada satu indikator yang berada di atas 20%, yaitu debt to service ratio (DSR).
"Yang lain-lain fine, DSR kita sejak pemerintahan Jokowi itu di atas 20%," ungkapnya.
DSR sendiri adalah rasio utang menghitung kemampuan pembayaran bunga dan cicilan utang yang dibagi dengan penerimaan ekspor.
Sebagai perbandingan, data terakhir Bank Dunia, menunjukkan DSR Indonesia berada pada level 36,7%.
Sejak 2016 sampai 2018, DSR Indonesia mengalami tren penurunan hingga mencapai 25,1% pada 2018. DSR meningkat pada 2019 menjadi 39,4%.
Semakin tinggi DSR, maka semakin tinggi beban utang luar negeri yang harus dibayar.
Kisaran aman DSR berada di rentang 20-25%. Melebihi angka tersebut, maka risiko utang semakin besar.
Untuk mengamankan DSR, pemerintah harus mampu mengenjot penerimaan valas yang khususnya datang dari ekspor.
(haa/haa)