Biar Gak Impor Melulu & Pengganti LPG Jalan, Ini Syaratnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mempunyai beberapa program sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang selama ini diimpor. Salah satunya yaitu melalui pengembangan jaringan gas kota (jargas).
Meski begitu, proyek jargas sendiri dalam perjalanannya tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Padahal, proyek tersebut sudah diinisiasi sejak 2009 silam.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode 2017-2021, Jugi Prajogio membeberkan selama proyek jargas memiliki profitabilitas yang memadai, maka secara otomatis badan usaha akan berminat berinvestasi untuk pembangunan pipa gas.
BPH Migas sendiri sebenarnya telah menggulirkan Peraturan BPH Migas Nomor 4 Tahun 2021 tentang Jargas Mandiri.
Program Jargas Mandiri tersebut sebagai salah satu upaya untuk menggerakkan program jargas di tengah keterbatasan dana pemerintah.
"Harusnya peraturan ini dijadikan panutan oleh badan usaha dalam mengembangkan jargas. Selain itu, BPH juga perlu meninjau ulang patokan harga Jargas Mandiri," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/10/2022).
Ia pun menyarankan supaya harga gas untuk program Jargas Mandiri khususnya untuk pelanggan rumah tangga (RT-2)/PK-2 dapat dipatok di atas Rp 10.000/m3. Mengingat, harga LPG 12 kg non subsidi saat ini berada di sekitar Rp 230.000 per tabung.
"Seandainya harga Jargas Mandiri di Rp 11.000/m3, maka masyarakat akan tetap hemat sekitar 25% dibandingkan LPG 12 kg. Bisnis harus dibuat menarik bagi badan usaha, selama harga akhir masih dapat diterima masyarakat. Jika bisnis jargas tidak menarik, maka otomatis badan usaha akan mencari bisnis lainnya yang lebih menarik," tuturnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyampaikan bakal terus menggenjot pengerjaan proyek jargas. Mengingat, proyek ini sendiri diyakini dapat membantu pemerintah dalam menekan angka impor LPG yang terus membludak.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan proyek jargas sudah dimulai sejak 2009 dengan menggunakan dana APBN. Adapun pembangunan jargas hingga saat ini sudah menjangkau 839 ribu sambungan rumah, baik itu dari skema APBN dan non APBN.
"Jadi jargas APBN dan non APBN itu totalnya 839 ribu sambungan rumah tangga. Sebagian besar oleh APBN dan ini memang diberikan seperti program pemerintah. Pipa, kemudian sampai ke dalam rumah kompor itu diberikan anggaran pemerintah," kata Tutuka dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (10/10/2022).
Menurut Tutuka, dalam menjalankan proyek jargas ini pihaknya bersama SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selalu berkoordinasi, untuk mencari sumber gas mana yang nantinya akan dipakai dalam proyek jargas tersebut. Sekalipun, kebutuhan gas untuk proyek jargas sendiri cukup kecil volumenya.
"Satu kecamatan paling nol sekian juta kaki kubik per hari jadi kecil sekali kebutuhannya. Nah dari sisi hulu disalurkan masuk ke rumah tangga," ujarnya.
Adapun, untuk satu sambungan proyek jargas sendiri memerlukan anggaran sekitar Rp 10 juta. Sementara setelah tersambung, proses bisnis kemudian dilanjutkan oleh badan usaha seperti PGN.
"Kalau harga masih subsidi, jargas jauh lebih murah daripada subsidi LPG, tapi kalau jargas gak subsidi sama dengan LPG," katanya.
(wia)