
Kabar Gak Enak, Pupus nih Harapan Harga BBM Pertalite Turun

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan kemungkinan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan (RON) 90 yakni Pertalite dan Solar subsidi sulit turun.
Pasalnya, harga yang dipatok saat ini untuk kedua jenis BBM tersebut masih di bawah harga keekonomian.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji. Oleh karena itu, menurut Tutuka, cukup sulit jika harga untuk kedua BBM tersebut diturunkan dalam waktu dekat ini.
"Kalau untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang diberikan subsidi pemerintah ini kan sebetulnya masih di bawah keekonomian jadi gak perlu dirubah. Yang berubah kan subsidinya, tapi harganya di bawah itu jadi gak perlu ada perubahan hanya beberapa bagian pemerintah untuk mengkompensasi ini," kata Tutuka dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (10/10/2022).
Senada dengan Tutuka, salah satu lembaga riset sektor energi, ReforMiner Institute juga mengungkapkan hal yang sama. Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan pihaknya, kemungkinan harga Pertalite dan Solar subsidi tidak akan ikut turun dalam waktu dekat meski harga BBM non subsidi turun pada 1 Oktober 2022 lalu.
Dia beralasan, ini mempertimbangkan kondisi fiskal pemerintah pada 2022 dan harga minyak yang masih berfluktuasi tinggi.
"Probabilitas penurunan harga akan terbuka jika objektif pemerintah memperbaiki daya beli dan mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi pasca pandemi menjadi prioritas utama," ungkapnya, dikutip Senin (10/10/2022).
Akan tetapi, lanjutnya, jika objektif pemerintah menjaga kesehatan dan produktivitas APBN 2022, peluang penurunan harga untuk kedua jenis BBM tersebut relatif kecil.
Berdasarkan hitungan ReforMiner, dengan harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah saat ini, penyesuaian harga Pertalite dan Solar subsidi yang dilakukan pemerintah sejak 3 September 2022 kemungkinan belum cukup untuk dapat mengkompensasi seluruh beban subsidi dan kompensasi BBM.
"Penyesuaian harga tersebut kemungkinan baru sebatas mengurangi beban subsidi dan kompensasi BBM pada APBN 2022," tuturnya.
Dalam tinjauan ReforMiner, harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah merupakan penentu utama harga BBM di dalam negeri. Berdasarkan hasil simulasi ReforMiner ditemukan bahwa dampak peningkatan harga minyak sebesar 1 US$ per barel terhadap harga BBM kurang lebih setara dengan dampak pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 150 per US$.
Jika asumsi ICP dalam APBN ditetapkan sebesar US$ 100 per barel, realisasi penurunan ICP menjadi US$ 99 per barel belum akan dapat menurunkan harga BBM jika pada periode yang sama nilai tukar rupiah terdepresiasi kurang lebih sebesar Rp 150 per US$ dari asumsi APBN.
Dengan volume Pertalite 2022 ditetapkan menjadi 29,91 juta kilo liter (kl), melalui penyesuaian harga yang telah dilakukan, secara hitungan pemerintah
dapat menghemat anggaran kompensasi Pertalite sekitar Rp 70,28 triliun dalam satu tahun anggaran. Karena penyesuaian harga baru efektif per 3 September 2022, penghematan anggaran kompensasi Pertalite yang akan diperoleh sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2022 kemungkinan sekitar Rp 23,43 triliun.
Pada level harga minyak, nilai tukar rupiah dan harga penetapan BBM saat ini, tinjauan ReforMiner menemukan kemungkinan masih diperlukan tambahan anggaran untuk kompensasi BBM. Jika menggunakan referensi harga yang berlaku di dalam negeri, maka perkiraan tambahan anggaran untuk kompensasi Pertalite selama September - Desember 2022 adalah sekitar Rp 19,94 triliun. Untuk Solar subsidi, kebutuhan tambahan anggaran subsidi/kompensasi selama September - Desember 2022 adalah sekitar Rp 42,72 triliun.
Dengan menggunakan referensi harga yang berlaku di dalam negeri, kebutuhan anggaran subsidi dan kompensasi untuk kedua jenis BBM tersebut selama
September-Desember 2022 diperkirakan sekitar Rp 62,73 triliun.
"Artinya, dengan memperhitungkan penghematan yang diperoleh dari penyesuaian harga yang telah dilakukan masih terdapat kebutuhan tambahan anggaran kompensasi BBM sekitar Rp 29,49 triliun," paparnya.
Sementara itu, turunnya harga BBM non subsidi pada 1 Oktober 2022 menurutnya berdampak positif pada tiga aspek. Pertama, berpotensi dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan daya beli masyarakat.
Kedua, dapat menjadi momentum untuk mengedukasi publik dan semua pihak. Dengan tetap di dalam koridor pengaturan dan pengendalian pemerintah.
"Naik dan turunnya harga BBM adalah wajar seperti harga jual barang dan jasa pada umumnya," ujarnya.
Terakhir, penurunan harga BBM Non Subsidi dapat menjadi sinyal positif bagi investor untuk masuk dalam bisnis hilir migas terutama bisnis penyediaan dan niaga BBM.
Untuk diketahui, realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada Juni-Juli 2022 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan Agustus-September 2022.
Adapun rata-rata ICP periode Juni, Juli, Agustus, dan September 2022 masing-masing US$ 117,62 per barel, US$ 106,73 per barel, US$ 94,17 per barel, dan US$ 86,07 per barel.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga BBM Pertalite Turun Lagi di 1 Februari? Ini Kata ESDM
