Bye Batu Bara, Peta Jalan Pensiun PLTU Disiapkan..

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
07 October 2022 11:40
Ilustrasi (Photo by Pixabay from Pexels)
Foto: Ilustrasi (Photo by Pixabay from Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah mengebut aturan turunan Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Salah satunya yakni tentang peta jalan percepatan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyampaikan pemerintah akan menyusun peta jalan percepatan pengakhiran operasi PLTU. Hal tersebut nantinya akan termuat dalam regulasi berupa Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM.

"Dimana dalam Kepmen tersebut memuat tentang pengurangan emisi gas rumah kaca dari PLTU. Kemudian juga berbagai strategi pengakhiran masa operasional PLTU dan juga keselarasan antara kebijakan yang lainnya," ujar Dadan dalam Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022, Jumat (7/10/2022).

Lebih lanjut, Dadan menjelaskan dalam Perpres tersebut diatur bahwa pembangunan PLTU baru dilarang, kecuali PLTU yang memiliki kriteria tertentu. Diantaranya seperti yang sudah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Kemudian, PLTU yang memenuhi integrasi dengan industri dan juga termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN). "Kedua PLTU tersebut berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca minimal 35% dalam waktu 10 tahun melalui pengembangan teknologi," ujarnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara baru. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden No.112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.

Peraturan Presiden ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 13 September 2022 dan berlaku efektif pada saat diundangkan yakni sama seperti tanggal penetapan, 13 September 2022.

Tak hanya melarang pembangunan PLTU baru, Presiden pun meminta Menteri untuk menyusun peta jalan percepatan untuk pengakhiran alias mempensiunkan PLTU yang masih beroperasi saat ini. Alasannya, ini dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal ini tercantum dalam Pasal 3.

Berikut bunyi Pasal 3 Perpres No.112/2022 ini:

(1) Dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, Menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral.

(2) Penyusunan peta jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.

(3) Peta jalan percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU;

b. strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU; dan

c. keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.

(4) Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk:

a. PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini; atau

b. PLTU yang memenuhi persyaratan:

1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional;

2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan; dan

3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.

(5) Dalam upaya meningkatkan proporsi Energi Terbarukan dalam bauran energi listrik,

PT PLN (Persero) melakukan percepatan pengakhiran waktu:

a. operasi PLTU milik sendiri; dan/atau

b. kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL, dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (supply) dan permintaan (demand) listrik.

(6) Dalam hal pelaksanaan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memerlukan penggantian energi listrik, dapat digantikan dengan pembangkit Energi Terbarukan dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (supply) dan permintaan (demand) listrik.

(7) Pelaksanaan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh PT PLN (Persero) memperhatikan kriteria paling sedikit:

a. kapasitas;

b. usia pembangkit;

c. utilisasi;

d. emisi gas rumah kaca PLTU;

e. nilai tambah ekonomi;

f. ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri; dan

g. ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.

(8) PLTU yang dilakukan:

a. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau

b. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL yang memerlukan penggantian pembangkit Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),

ditetapkan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.

(9) Dalam rangka:

a. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau

b. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL yang memerlukan penggantian pembangkit Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),

Pemerintah dapat memberikan dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan termasuk blended finance yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau sumber-sumber lainnya yang sah yang ditujukan untuk mempercepat transisi energi.

"Dukungan fiskal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (9) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara."

"Penetapan PLTU sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dimasukkan dalam RUPTL," bunyi Perpres tersebut.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Kasih Sinyal 'Kiamat' Batu bara, Bakal Ada PHK Massal?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular