Pengumuman, Ada "Kabar Baik" soal Resesi dari CEO Global
![[DALAM] Resesi](https://awsimages.detik.net.id/visual/2019/08/15/b4ec13f2-42ff-4723-9ffa-66214d3f216a_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pimpinan perusahaan global saat ini sedang mengantisipasi kemungkinan resesi dalam 12 bulan ke depan. Hal ini terungkap setelah ancaman pelemahan ekonomi itu mulai disuarakan oleh beberapa lembaga dunia.
Dalam survei yang diadakan perusahaan konsultasi KPMG, 1.300 kepala eksekutif memperingatkan bahwa gangguan seperti resesi dapat mempersulit bisnis mereka. Apalagi saat ini rata-rata belum pulih dari pandemi.
Meski begitu, ada sedikit "kabar bak". Mereka percaya diri bahwa resesi kemungkinan akan ringan dan cepat berlalu.
"CEO di seluruh dunia menunjukkan kepercayaan diri, ketabahan, dan keuletan yang lebih besar dalam mengatasi dampak ekonomi jangka pendek terhadap bisnis mereka seperti yang terlihat dari meningkatnya kepercayaan mereka terhadap ekonomi global dan optimisme mereka selama tiga tahun," kata Managing Partner KPMG Singapura, Ong Pang Thye, kepada CNBC International, Rabu (5/10/2022).
"Kami juga melihat banyak posisi untuk pertumbuhan jangka panjang, seperti di Singapura di mana sekitar 80% CEO telah mengindikasikan bahwa tujuan perusahaan mereka akan memiliki dampak terbesar dalam membangun hubungan pelanggan selama tiga tahun ke depan," tambahnya.
Secara global, CEO juga melihat merger, akuisisi, dan inovasi dengan baik. Tetapi banyak yang khawatir bahwa pembuatan kesepakatan pembelian tidak sebanding dengan penciptaan nilai yang dihasilkan dari kegiatan penggabungan itu.
Tak hanya itu, kenaikan suku bunga serta pemenuhan tanggung jawab sosial perusahaan telah memberikan tekanan yang cukup kuat dalam operasional perusahaan.
"Di seluruh dunia, selain dari resesi dan dampak ekonomi dari kenaikan suku bunga, para CEO juga mengkhawatirkan kelelahan akibat pandemi," kata KPMG.
Sementara itu, di Asia-Pasifik, lebih sedikit CEO yang memprediksi resesi. Dari mereka yang disurvei, 63% melihat resesi terjadi di tahun depan dibandingkan dengan 86% secara global.
"Walau begitu, mereka juga kurang optimis tentang pertumbuhan dalam tiga tahun ke depan dibandingkan dengan rekan-rekan global mereka," tambah laporan itu.
Sebelumnya, ancaman pelemahan ekonomi telah disuarakan oleh beberapa lembaga global. Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) bahkan secara spesifik menyebut ini akan berpotensi terjadi di negara-negara berkembang Asia.
Hal ini diakibatkan oleh kebijakan moneter negara-negara maju yang mampu mempengaruhi negara berkembang yang memiliki utang. Selain itu, pelemahan nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga akan mempersulit impor bahan-bahan pangan dan energi.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jepang Resesi, Bukan Ekonomi Terbesar ke-3 Dunia Lagi!