
Kepala BKF: Inflasi Hampir 6% Lebih Rendah dari Proyeksi Awal

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengklaim inflasi September yang mencapai 5,95% (year-on-year/yoy), lebih rendah dibandingkan perkiraan awal pihaknya sebelumnya pasca penyesuaian harga BBM Solar Subsidi dan Pertalite.
Namun, Febrio tidak mengungkapkan berapa proyeksi awal yang dipegang oleh BKF yang merupakan badan di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Secara bulanan (month-to-month/mtm), dia mengatakan inflasi September mencapai sebesar 1,17%, didorong terutama oleh kenaikan harga BBM.
Inflasi pangan bergejolak (volatile food) sedikit meningkat ke angka 9,02% (yoy). Hal ini didorong oleh masih melimpahnya stok pangan hortikultura, minyak goreng, dan ikan sehingga mampu menahan inflasi naik lebih tinggi.
Akan tetapi, Febrio melihat harga beras sedikit mengalami peningkatan seiring berlangsungnya musim tanam. Lebih lanjut, BKF mencatat deflasi pada bawang merah dan cabai merah berkontribusi pada terjaganya inflasi volatile food.
"Pemerintah melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas pangan agar inflasi pangan tetap terkendali," ujarnya dalam pernyataan resmi BKF, Rabu (5/10/2022).
Hal ini terbukti memberikan hasil yang baik sehingga penggunaan berbagai anggaran seperti anggaran ketahanan pangan dan anggaran infrastruktur untuk memperlancar penyediaan pangan yang mudah dan terjangkau akan terus diperkuat.
"Dana Isentif Daerah (DID) yang diberikan kepada pemerintah daerah juga terbukti efektif mendorong daerah untuk lebih bekerja keras lagi dalam pengendalian inflasi di wilayahnya," lanjut Febrio.
Dari data BPS, BKF menyoroti laju inflasi inti (core inflation) pada September 2022. Inflasi inti meningkat pada level yang moderat sebesar 3,21% (yoy), dibandingkan 3,04% pada Agustus 2022.
Melihat data tersebut, BKF menjelaskan kenaikan inflasi inti terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi, dan penyediaan makanan dan minuman/restoran.
"Kenaikan inflasi inti mencerminkan peningkatan permintaan domestik secara keseluruhan sejalan dengan membaiknya kondisi pandemi," papar Febrio.
Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) pada September 2022 meningkat menjadi 13,28% dibandingkan posisi Agustus sebesar 6,84% didorong oleh penyesuaian harga BBM.
Sebagai rambatannya, Febrio mengungkapkan potensi terjadi kenaikan pada tarif angkutan umum, baik transportasi daring, bus Antar Kota Antar Provinsi/AKAP, maupun Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP).
"Sumbangan inflasi dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) lebih kecil dari perkiraan pemerintah. Potensi rambatan kenaikan harga juga sudah diantisipasi dengan penyaluran bantuan sosial tambahan, baik berupa bantuan langsung tunai maupun bantuan subsidi upah," katanya.
Menurutnya, pemerintah telah menempuh berbagai upaya untuk meredam dampak rambatan inflasi, di antaranya dengan mengalokasikan bantuan subsidi transportasi umum, ongkos angkut, subsidi upah, dan BLT BBM untuk menjaga daya beli masyarakat.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Kaget! Begini Kondisi Ekonomi Indonesia Terkini