Harga Minyak Memanas, Kok Produksi Migas RI Melempem?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
05 October 2022 14:55
tambang minyak lepas pantail
Foto: ist

Bandung, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan bahwa kenaikan harga minyak tak menjamin investasi di sektor hulu migas langsung melejit. Pasalnya, masih ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan para investor.

Seperti diketahui, harga minyak melonjak drastis, terutama sejak Perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022 lalu. Harga minyak sempat menyentuh US$ 127,98 per barel pada 8 Maret 2022, Meski setelahnya menurun, namun harga minyak masih betah di level tinggi di atas US$ 100 per barel setidaknya sampai Agustus 2022.

Kemudian, pada September 2022 harga minyak menunjukkan pelemahan, bahkan pada pekan lalu, harga minyak sempat menyentuh di bawah US$ 80 per barel, tepatnya US$ 76,71 per barel untuk jenis WTI pada 26 September 2022, terendah sejak Januari 2022.

Pada perdagangan Selasa (4/10/2022), harga minyak mentah Brent tercatat US$ 91,8 per barel, naik 3,81% dibandingkan posisi kemarin. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate melonjak 3,46% menjadi US$ 86,52 per barel.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menilai kenaikan harga minyak tidak serta merta membuat investasi migas melonjak begitu saja. Ditambah, harga minyak hanya bersifat sementara.

"Harga minyak tinggi tidak serta merta membuat para pemain investasi besar-besaran karena mereka melihat ini adalah sementara," ungkap Dwi di Bandung, Selasa (4/10/2022).

Selain itu, menurutnya dengan adanya potensi inflasi yang cukup tinggi, investor juga memandang bahwa hal ini bisa menjadi ancaman krisis. Sementara dengan adanya krisis, investor lebih memilih untuk memperkuat struktur manajemen kas perusahaan.

"Kalau ancaman krisis yang dilakukan orang, preparation cash is key. Jadi karena itu orang memperkuat cash-nya. Karena pada krisis, inflasi tinggi, bunga juga akan tinggi," ujarnya.

Seperti diketahui, SKK Migas mencatat realisasi produksi minyak siap jual atau lifting hingga kuartal III 2022 masih belum mencapai target. Beberapa di antaranya karena disebabkan kejadian penghentian operasi yang tidak direncanakan (unplanned shutdown), serta adanya kebocoran pipa karena fasilitas hulu migas yang sudah menua.

Tenaga Ahli Kepala SKK Migas Ngatijan menyampaikan terdapat tantangan terberat terkait dengan upaya meningkatkan lifting minyak dan gas, serta upaya mencapai target investasi hulu migas di tahun 2022.

Berdasarkan data SKK Migas, realisasi lifting minyak hingga 30 September 2022 baru mencapai 610,1 ribu barel per hari (bph) atau baru mencapai 86,8% dari target 703 ribu bph. Sedangkan untuk gas mencapai 5.353 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 92,3% dari target 5.800 MMSCFD.

"Jadi dari awal tahun kita tahu bahwa kemampuan kita pada saat itu untuk mencapai 703 ribu barel itu sangat susah," ujarnya, Senin (3/10/2022).

Meski begitu, SKK Migas sendiri terus berupaya untuk meningkatkan agresivitas dan jumlah kegiatan utama di sektor hulu migas. Adapun hingga September 2022 pengeboran sumur telah mencapai 543 sumur atau 61% dari target yang mencapai 890 sumur pengembangan atau sudah mencapai 113% dibandingkan capaian tahun 2021 yang sebesar 480 sumur pengeboran pengembangan.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gas Luber, Tapi RI Malah Jor-joran Impor Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular